(Bacaan Pertama Misa Kudus, Hari Biasa Pekan I Prapaskah – Senin, 10 Maret 2014)
TUHAN (YHWH) berfirman kepada Musa: “Berbicaralah kepada segenap jemaah Israel dan katakan kepada mereka: Kuduslah kamu, sebab Aku, YHWH, Allahmu, kudus.
Janganlah kamu mencuri, janganlah kamu berbohong dan janganlah kamu berdusta seorang kepada sesamanya. Jangan kamu bersumpah dusta demi nama-Ku, supaya engkau jangan melanggar kekudusan nama Allahmu; Akulah YHWH. Janganlah engkau memeras sesamamu manusia dan janganlah engkau merampas; janganlah kautahan upah seorang pekerja harian sampai besok harinya. Janganlah kaukutuki orang tuli dan di depan orang buta janganlah kautaruh batu sandungan, tetapi engkau harus takut akan Allahmu; Akulah YHWH. Janganlah kamu berbuat curang dalam peradilan; janganlah engkau membela orang kecil dengan tidak sewajarnya dan janganlah engkau terpengaruh oleh orang-orang besar, tetapi engkau harus mengadili orang sesamamu dengan kebenaran. Janganlah engkau pergi kian ke mari menyebarkan fitnah di antara orang-orang sebangsamu; janganlah engkau mengancam hidup sesamamu manusia; Akulah YHWH.
Janganlah engkau membenci saudaramu di dalam hatimu, tetapi engkau harus berterus terang menegur orang sesamamu dan janganlah engkau mendatangkan dosa kepada dirimu karena dia. Janganlah engkau menuntut balas dan janganlah menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri; Akulah YHWH. (Im 19:1-2,11-18)
Mazmur Tanggapan: Mzm 19:8-10,15; Bacaan Injil: Mat 25:31-46
Pada waktu Allah (YHWH) membentuk bangsa Israel, tujuan-Nya adalah agar mereka menjadi kudus (Im 19:1-2). Demikian pula halnya, ketika Allah Bapa karena kasih-Nya mengutus Yesus ke tengah dunia, tujuan-Nya adalah bahwa setiap orang akan menyembah Allah Israel dan menjadi kudus. Allah menciptakan kita masing-masing karena kasih, dan telah memanggil kita untuk hidup dalam kasih dengan Dia dan antara manusia satu sama lain (Im 19:18; Mat 22:37). Jadi, kita harus menjadi kudus tidak hanya dalam relasi kita dengan Allah, melainkan juga dalam relasi kita satu sama lain sebagai manusia (lihat 1Yoh 3:11).
Oleh karena cara kita memperlakukan satu sama lain memberikan indikasi tentang keadaan relasi kita dengan Allah, maka tindakan-tindakan kita dalam kehidupan ini juga mempengaruhi kehidupan macam apa yang akan kita terima pada pengadilan terakhir. Jika kita mempraktekkan hidup kekudusan, misalnya dengan menolong orang-orang miskin, orang-orang yang kesepian dan kaum marjinal, maka kita akan menanggapi panggilan Allah. Akan tetapi, apabila kita gagal dalam menanggapi panggilan Allah akan kekudusan, maka kita akan menghadapi risiko kehilangan warisan kekal-abadi (Mat 25:34,40-41,45). Kita bertumbuh dalam kekudusan bukan karena kita takut akan kutukan, melainkan karena kasih kita kepada Allah mendesak kita untuk mengasihi sesama manusia seperti Dia telah mengasihi kita (lihat Yoh 15:12).
Seorang tokoh rabi, yaitu Rabi Tanhuma bar Abba (abad ke-4) bertanya mengapa sang pemazmur mengibaratkan seorang yang benar dan jujur sebagai sebatang pohon korma dan pohon aras di Libanon (Mzm 92:13). Ia mengatakan bahwa dari jauh, anda tidak dapat mengatakan jenis pohon apa pohon yang lain-lain itu, karena pohon-pohon tidak tinggi. Akan tetapi karena pohon korma dan pohon aras itu tinggi, maka anda dapat mengenalinya walaupun dari jarak jauh. Demikian pula, setiap orang setiap orang dapat berdiri di bawah pohon-pohon itu dan memandang ke atas guna mengagumi kokoh-kuatnya pohon-pohon itu. Jadi, orang-orang benar dan jujur itu seperti sebatang pohon korma dan pohon aras karena Allah meninggikan pohon-pohon itu di dalam dunia sehingga orang-orang dapat melihatnya dari jarak jauh.
Kata Ibrani untuk “perbuatan baik” adalah mitzvah, sepatah kata yang arti aslinya adalah “perintah”. Apabila kita melakukan perbuatan baik, maka hal itu berarti kita mematuhi perintah Allah, teristimewa perintah-Nya agar terang kita bercahaya di hadapan orang-orang lain sehingga mereka pun akan memuji Bapa surgawi (Mat 5:16). Oleh karena itu kita menyadari efek dari menjalani (menghidupi) suatu kehidupan yang kudus. Kita dapat mempengaruhi orang-orang lain secara baik atau buruk, dan kemampuan kita untuk mengenali konsekuensi-konsekuensi ini membuat tindakan-tindakanan kita sangat berarti.
DOA: Bapa surgawi, buatlah agar aku senantiasa menjadi instrumen kehendak-Mu, yaitu membawa kebaikan ke tengah dunia dan meningkatkan kekudusan umat-Mu. Amin.
Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Mat 25:31-46), bacalah tulisan yang berjudul “DOMBA-DOMBA DAN KAMBING-KAMBING” (bacaan tanggal 10-3-14) dalam situs/blog SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori: 14-03 BACAAN HARIAN MARET 2014.
(Tulisan ini adalah revisi dari tulisan dengan judul sama untuk bacaan tanggal 18-2-13 dalam situs/blog SANG SABDA)
Cilandak, 7 Maret 2014
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS
No comments:
Post a Comment