04 “SELALU MEMUJI-MUJI BAPA SURGAWI: HIDUP DOA KITA” *)
PENGANTAR
Dalam perjalanan-perjalanan kita dengan Yesus, kita harus selalu ingat bahwa Dia adalah milik orang-orang lain juga selain milik kita, karena Dia dikirim/diutus oleh Bapa surgawi demi keselamatan semua orang. Cinta kasih Bapa surgawi bagi kita ditunjukkan dalam pemberian-Nya, yaitu Putera-Nya sendiri, yang diberikan kepada kita sebagai seorang Saudara yang mau berpartisipasi dalam keadaan/kondisi kemanusiaan kita. Oleh karena itu hati kita harus dipenuhi dengan rasa syukur dan pujian selagi kita berbicara dengan Allah dan mendengarkan-Nya – Bapa, Putera dan Roh Kudus.
BACAAN KITAB SUCI
1Yoh 4:9-10 (Kasih Allah]
Yoh 6:35-38 [Yesus turun dari surga untuk melakukan kehendak Bapa-Nya)
Mat 6:8-13 (Doa Bapa Kami]
Mrk 1:9-11 (Baptisan Yesus)
Yoh 5:19-30 (Karya Sang Putera)
Yoh 8:15-29; 16:4-33 (Yesus dan Bapa-Nya)
AJARAN GEREJA
Konstitusi Sacrosanctum Concilium tentang Liturgi Suci (SC), 12
Akan tetapi hidup rohani tidak tercakup seluruhnya dengan hanya ikut serta dalam Liturgi. Sebab manusia Kristiani, yang memang dipanggil untuk berdoa bersama, toh harus memasuki biliknya juga untuk berdoa kepada Bapa di tempat yang tersembunyi (lihat Mat 6:6). Bahkan menurut amanat Rasul (Paulus) ia harus berkanjang dalam doa (lihat 1Tes 5:17). Dan Rasul itu juga mengajar, supaya kita selalu membawa kematian Yesus dalam tubuh kita, supaya hidup Yesus pun menjadi nyata dalam daging kita yang fana (lihat 2Kor 4:10-11). Maka dari itu dalam Kurban Misa kita memohon kepada Tuhan, supaya dengan menerima persembahan kurban rohani, Ia menyempurnakan kita sendiri menjadi kurban abadi bagi diri-Nya. [DOKUMEN KONSILI VATIKAN II, hal. 8]
Dekrit Apostolicam Actuositatem tentang Kerasulan Awam (AA), 4
Kristus yang diutus oleh Bapa menjadi sumber dan asal seluruh kerasulan Gereja. Maka jelaslah kesuburan kerasulan awam tergantung dari persatuan mereka dengan Kristus yang memang perlu untuk hidup, menurut sabda Tuhan: Barang siapa tinggal dalam Aku dan Aku dalam dia, ia menghasilkan buah banyak, sebab tanpa Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa (Yoh 15:5). Kehidupan dalam persatuan mesra dengan Kristus itu dalam Gereja dipupuk dengan bantuan-bantuan rohani, yang diperuntukkan bagi semua orang beriman, terutama dengan keikutsertaan aktif dalam Liturgi suci. Upaya-upaya itu hendaknya digunakan oleh para awam sedemikian rupa, sehingga mereka sementara menunaikan dengan saksama tugas-tugas duniawi dalam keadaan hidup yang luar biasa, – tidak menceraikan persatuan dengan Kristus dari hidup mereka, melainkan sambil melaksanakan tugas mereka menurut kehendak Allah, tetap berkembang dalam persatuan itu. Melalui jalan itu kaum awam harus maju dalam kesucian dengan hati riang gembira, sementara mereka berusaha mengatasi kesulitan-kesulitan dengan bijaksana dan sabar. Baik tugas-pekerjaan dalam keluarga maupun urusan-urusan keduniaan lainnya jangan sampai menjadi asing terhadap cara hidup rohani, menurut amanat Rasul: “Apa pun yang kamu lakukan dalam kata-kata maupun perbuatan, itu semua harus kamu jalankan atas nama Tuhan Yesus Kristus, sambil bersyukur kepada Allah dan Bapa kita melalui Dia” (Kol 3:17). Hidup seperti itu menuntut perwujudan iman, harapan dan cinta kasih, yang tiada hentinya.
Hanya dalam cahaya iman dan berkat renungan sabda Allah manusia dapat selalu dan di mana-mana mengenal Allah, – “kita hidup dan bergerak dan berada” dalam Dia (Kis 17:28), – dalam segala peristiwa mencari kehendak-Nya, memandang Kristus dalam semua orang, entah mereka termasuk kaum kerabat entah tidak, mempertimbangkan dengan cermat makna serta nilai hal-hal duniawi yang sesungguhnya, dalam dirinya maupun sehubungan dengan tujuan manusia.
Barang siapa mempunyai iman itu, hidup dalam harapan akan penampakan putera-putera Allah, sambil mengenangkan salib dan kebangkitan Tuhan.
Dalam perantauan hidup ini, tersembunyi bersama Kristus dalam Allah dan dibebaskan dari perbudakan kekayaan, sementara mencari harta yang kekal abadi, mereka dengan kebesaran jiwa membaktikan diri seutuhnya untuk meluaskan kerajaan Allah dan untuk merasuki dan menyempurnakan tata-dunia ini dengan semangat kristiani. Di tengah kemalangan hidup ini mereka menemukan kekuatan dalam harapan, sementara berpandangan bahwa “penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan di masa mendatang yang akan dinyatakan dalam diri kita” (Rm 8:18).
Didorong oleh cinta kasih yang berasal dari Allah, mereka mengamalkan kebaikan terhadap semua orang, terutama terhadap rekan-rekan seiman (lihat Gal 6:10), sementara mereka menanggalkan “segala kejahatan, segala tipu muslihat dan segala macam kemunafikan, kedengkian dan fitnah” (1Ptr 2:1), dan dengan demikian menarik sesama kepada Kristus. Sebab cinta kasih Allah, yang “dicurahkan ke dalam hati kita melalui Roh Kudus yang dikurniakan kepada kita” (Rm 5:5), menjadikan kaum awam mampu untuk sungguh-sungguh mewujudkan semangat Sabda Bahagia dalam hidup mereka. Sementara mengikuti Yesus yang miskin, mereka tidak merasa hancur karena kekurangan harta duniawi, tetapi juga tidak menjadi sombong karena kelimpahan. Sambil mengikuti Kristus yang rendah hati, mereka tidak gila hormat (lihat Gal 5:26), melainkan berusaha berkenan kepada Allah lebih daripada kepada manusia, serta selalu siap sedia untuk meninggalkan segalanya demi Kristus (lihat Luk 14:26) dan menanggung penganiayaan demi keadilan (lihat Mat 5:10), sementara mengenangkan sabda Tuhan: “Barang siapa mau mengikuti Aku, hendaklah ia mengingkari dirinya dan memikul salibnya dan mengikuti Aku” (Mat 16:24). Mereka saling bersahabat secara kristiani, dan saling membantu dalam kebutuhan mana pun juga.
Corak hidup rohani kaum awam itu harus memperoleh ciri khusus berdasarkan status pernikahan dan hidup berkeluarga, selibat atau hidup menjanda, dari keadaan sakit, kegiatan profesi dan sosial. Oleh karena itu janganlah mereka berhenti memupuk dengan tekun sifat-sifat dan keutamaan-keutamaan sesuai dengan keadaan-keadaan itu yang telah mereka terima, dan mengamalkan kurnia-kurnia yang telah mereka terima dari Roh Kudus.
Selain itu para awam, yang mengikuti panggilan mereka telah masuk anggota salah satu perserikatan atau lembaga yang telah disahkan oleh Gereja, begitu pula berusaha mengenakan dengan setia corak hidup rohaninya yang istimewa.
Hendaknya mereka menjunjung tinggi juga kemahiran kejuruan, citarasa kekeluargaan dan kewarganegaraan, maupun keutamaan-keutamaan yang termasuk hidup kemasyarakatan sehari-hari, yakni: kejujuran, semangat keadilan, ketulusan hati, peri-kemanusiaan, keteguhan jiwa, yang memang amat perlu juga bagi hidup kristiani yang sejati.
Suri teladan yang sempurna bagi hidup rohani dan hidup merasul itu ialah Santa Perawan Maria, Ratu para Rasul. Selama di dunia ini ia menjalani hidup kebanyakan orang, penuh kesibukan keluarga dan jerih payah, tetapi selalu mesra bersatu dengan Puteranya, dan dengan cara sangat istimewa ia bekerja sama dengan karya Sang Penyelamat. Tetapi sekarang ia telah diangkat ke sorga, dan “dengan cinta kasih keibuannya ia memperhatikan saudara-saudara Puteranya, yang masih dalam peziarahan dan menghadapi bahaya-bahaya serta kesukaran-kesukaran, sampai mereka mencapai tanah air yang penuh kebahagiaan.” Hendaknya semua saja penuh khidmat berbakti kepadanya, dan menyerahkan hidup serta kerasulan mereka kepada perhatiannya yang penuh rasa keibuan. [DOKUMEN KONSILI VATIKAN II, hal. 343-346]
Dekrit Perfectae Caritatis tentang Pambaharuan dan Penyesuaian Hidup Religius (PC), 6
Barangsiapa mengikrarkan nasihat-nasihat Injil, hendaklah di atas segala sesuatu mencari dan mencintai Allah, yang pertama-tama telah mencintai kita (lihat 1Yoh 4:10). Dalam segala situasi hendaknya mereka berusaha mengembangkan kehidupan yang bersama Kristus tersembunyi dalam Allah (lihat Kol 3:3), yang menjadi sumber serta dorongan untuk mencintai sesama demi keselamatan dunia dan pembangunan Gereja. Pengalaman nasihat-nasihat Injil sendiri dijiwai dan dikuasai juga oleh cinta-kasih itu.
Maka dari itu para anggota tarekat-tarekat hendaknya memelihara semangat doa dan doa sendiri, sambil dengan tekun menimba dari sumber-sumber spiritualitas Kristiani yang asli. Pertama-tama hendaklah mereka setiap hari siap mengambil Kitab Suci, untuk dengan membaca kitab-kitab kudus dan merenungkannya memperoleh “pengertian akan Yesus Kristus yang lebih mulia dari segalanya” (Flp 3:8). Hendaknya mereka sesuai dengan maksud Gereja merayakan Liturgi suci dengan hati dan bibir, terutama misteri Ekaristi suci, dan dari sumber yang kaya melimpah itu memupuk hidup rohani mereka.
Demikianlah, sesudah disegarkan pada meja perjamuan Hukum ilahi dan altar yang suci, hendaklah mereka mengasihi para anggota Kristus sebagai saudara, dan dengan sikap putera menghormati serta mengasihi para gembala. Hendaklah mereka semakin hidup dan secita-rasa dengan Gereja, dan membaktikan diri seutuhnya kepada perutusannya. [DOKUMEN KONSILI VATIKAN II, hal. 251-252]
Dekrit Perfectae Caritatis tentang Pembaharuan dan Penyesuaian Hidup Religius (PC), 7
Tarekat-tarekat yang seutuhnya terarah kepada kontemplasi, sehingga para anggotanya – betapa pun mendesaknya kebutuhan akan kerasulan yang aktif – dalam kesunyian dan dengan berdiam diri, dalam doa yang tekun dan ulah tapa penuh semangat mempersembahkan segenap waktu mereka kepada Allah, selalu memainkan peran yang mulia dalam Tubuh mistik Kristus, yang “anggotanya tidak semua mempunyai tugas yang sama” (Rm 12:4). Sebab mereka mempersembahkan kurban pujian yang istimewa kepada Allah, menerangi Umat Allah dengan buah-buah kesucian yang melimpah serta menggerakkannya dengan teladan mereka, lagi pula mengembangkannya dengan kesuburan kerasulan yang rahasia. Begitulah mereka menjadi seri-semarak Gereja dan pancaran rahmat surgawi. Tetapi cara hidup mereka hendaklah ditinjau kembali menurut azas-azas serta kaidah-kaidah pembaharuan yang sesuai seperti telah disebutkan, namun dengan tetap mempertahankan penuh hormat penyendirian mereka dari dunia dan latihan-latihan khas hidup kontemplatif. [DOKUMEN KONSILI VATIKAN II, hal. 252-253]
FOKUS FRANSISKAN
Kita tidak bertumbuh dalam kehidupan Allah kalau kita tidak berdoa. Kita tidak dapat menemukan kekuatan untuk melakukan kehendak-Nya kecuali dari Allah sendiri. Doa memiliki kekuatan untuk membuka jiwa kita bagi tindakan Allah di dalam diri kita.
Akan tetapi pada saat-saat doa kita tidak boleh memisahkan tiga Pribadi di dalam Allah yang satu dengan yang lainnya. Yesus tidak boleh dicintai secara terisolasi. Kita tidak dapat menghayati kehidupan Yesus Kristus, mencintai-Nya di dalam dan bagi Diri-Nya, kecuali kalau kita syering (berpartisipasi dalam) relasi Dia dengan Bapa-Nya dan dengan Roh Kudus yang diutus-Nya. Doa Yesus selalu adalah “bukan kehendak-Ku melainkan kehendak-Mu yang terjadi” dan dalam segala hal Dia memuliakan Bapa surgawi-Nya.
Ini adalah rahasia doa bagi Santo Fransiskus. Ia mempersatukan dirinya dengan Yesus dalam melambungkan pujian kepada Bapa. Melalui keakrabaannya dengan Yesus dia sampai mengetahui kehendak Allah dan menerima kekuatan Roh Kudus. Jadi di dalam doa dia memasuki kehidupan Tritunggal Mahakudus. Kehidupan doa Fransiskus yang begitu sederhana dan langsung, dirangkum dalam ungkapan yang sering digunakannya, yaitu “Deus meus et omnia” (Allahku dan segalanyaku). Ungkapan ini dipandang sebagai semboyan ordo Fransiskan.
Berdoa dengan Yesus merupakan jalan untuk mengetahui dan mencintai Putera Allah yang menjadi Manusia. Ini menunjukkan suatu pemahaman yang mendalam perihal kehidupan-Nya di bumi, kehidupan yang ditiru oleh para Fransiskan.
Akan tetapi doa pribadi kita mengalir dari kesatuan kita dengan keseluruhan Tubuh Kristus, yaitu Gereja-Nya – terutama dalam Misa Kudus. Dilihat dari sudut profesi kita di hadapan Gereja, kesatuan ini juga diungkapkan dalam pembacaan Ibadat Harian setiap hari. Sesungguhnya, kesetiaan membaca Ibadat Harian setiap hari – suatu kewajiban yang secara istimewa disebut oleh Santo Fransiskus dalam Wasiat-nya – dapat dipertimbangkan sebagai suatu barometer ketulusan komitmen Fransiskan kita.
Di dalam doa, Kristus memasuki bagian terdalam dari kehidupan sehari-hari kita. Doa merupakan suatu tanggapan karena kita dicintai. Akan tetapi cinta-kasih memerlukan waktu, memerlukan penyerahan diri, memerlukan keheningan. Harus disediakan waktu doa untuk periode yang panjang, ketika kita memisahkan diri kita dari urusan sehari-hari. Allah harus memperoleh kesempatan untuk berbicara dengan kita dalam keheningan jiwa kita. Kita perlu seringkali melakukan meditasi, dan apabila Allah melihatnya cocok, maka Dia akan mengangkat kita di dalam kontemplasi.
Dengan Santo Fransiskus dimensi-dimensi tertentu dari kehidupan Kristus menjadi titik-titik pusat doanya, yaitu kelahiran Yesus (kemiskinan-Nya dan kerendahan-Nya), sengsara-Nya (penderitaan-penderitaan-Nya) dan Ekaristi Kudus (kehadiran-Nya yang abadi). Dengan demikian semua Fransiskan harus mempunyai devosi istimewa kepada kanak-kanak Yesus, Yesus yang tersalib dan Yesus di dalam Sakramen Mahakudus.
WARISAN KITA
Fioretti. Bernardus berencana untuk melihat tanda kekudusan Fransiskus, maka bagi Fransiskus disediakannya satu tempat di dalam kamarnya sendiri. Sebuah lampu tetap menyala sepanjang malam. Akan tetapi, begitu masuk kamar Fransiskus – yang ingin menyembunyikan kekudusannya – langsung merebahkan diri dan tidur. Sesaat kemudian Bernardus berbuat demikian pula, dan mendengkur dengan kerasnya, seolah-oleh sudah tidur nyenyak. Karena mengira bahwa Bernardus sudah nyenyak, Fransiskus bangkit dari tempat tidurnya dan berlutut untuk berdoa. Sambil menengadahkan mata dan mengangkat kedua tangannya ke langit, ia pun berseru dengan penuh kehangatan dan rasa saleh, “Allahku, Allahku.” Seruan itu didaras terus-menerus dengan mencucurkan air mata hingga fajar (Fioretti, Bab 2, hal. 20-21).
Legenda Maior. Hamba Kristus, Fransiskus, merasa, bahwa selama dia merantau dalam tubuhnya di dunia, dia merasa jauh dari Tuhan, meskipun ia karena cinta-kasih Kristus telah membuat dirinya mati-rasa sepenuhnya terhadap keinginan-keinginan duniawi. Agar ia jangan sampai tanpa hiburan sang Kekasih, maka dia berdoa dengtan tak kunjung putus dan berusaha keras untuk senantiasa menghadirkan Allah dalam batinnya ……… Dan karena dia mengalami, bahwa kehadiran Roh Kudus yang diinginkan itu terjadi makin mesra pada orang yang sedang berdoa, makin ternyata jauh orang itu dari kegaduhan duniawi, maka dia mencari tempat-tempat yang sunyi-sepi dan suka berdoa pada malam hari di gereja-gereja yang telah ditinggalkan (LegMaj X:1,3).
Nyanyian Saudara Matahari, Kidung Saudara Matahari atau Puja-pujian Makhluk-makhluk (Karya-Karya Fransiskus dari Asisi, hal. 324-326).
Uraian Doa Bapa Kami (Karya-Karya Fransiskus dari Asisi, hal. 280-283).
1Celano. Pada waktu itu saudara-saudaranya meminta kepadanya, untuk mengajar mereka berdoa; sebab betul mereka hidup dalam kesederhanaan hati, namun mereka belum juga mengenal sembahyang berkala gerejani. Maka sahutnya kepada mereka; “apabila kamu berdoa, katakanlah: “Bapa kami,” dan: “Kami menyembah Engkau, Kristus, (di sini) dan di semua gereja-Mu, yang ada di seluruh dunia, dan kami memuji Engkau, sebab Engkau menebus dunia dengan salib-Mu yang suci.”
Nah, ini diusahakan saudara-saudara, murid-murid bapak yang saleh, untuk ditepati dengan sesakma-seksamanya, sebab mereka berusaha memenuhi secermat-cermatnya bukan hanya apa yang dikatakan bapak Santo Fransiskus kepada mereka sebagai nasihat persaudaraan atau perintah kebapaan, tetapi juga apa yang dipikirkan; bukan hanya apa yang diperintahkan, tetapi juga apa yang diharapkan, yaitu: “Seorang saudara yang menjadi bawahan harus segera taat sepenuhnya kepada saudara yang yang menjadi atasan.” Maka di mana saja gereja berdiri, mereka membungkuk sampai ke tanah, pun kalau mereka tidak berada di sana tetapi bagaimana pun juga melihatnya dari jauh, dan dengan menundukkan badan dan jiwa ke arahnya, mereka menyembah Allah yang Mahakuasa sambil berkata: “Kami menyembah Engkau, Kristus, (di sini) dan di semua gereja di seluruh dunia,” sebagaimana telah diajarkan bapak suci kepada mereka. Dan yang tidak kurang menakjubkan ialah bahwasanya mereka melakukan itu pula di mana saja mereka melihat salib atau tanda salib, entah di tanah entah di dinding, entah di pohon entah di pagar-pagar jalan (1Cel 45).
2Cel 94-101 (belum ada terjemahan dalam bahasa Indonesia).
ANGGARAN DASAR OFS
Fasal II Artikel 8:
Sebagaimana Yesus menjadi penyembah sejati bagi Bapa, demikian pula mereka hendaknya membuat doa dan kontemplasi menjadi jiwa bagi kehidupan dan tingkah laku mereka. [Artikel 8]
PERTANYAAN-PERTANYAAN UNTUK DIRENUNGKAN SECARA PRIBADI DAN DISYERINGKAN DALAM KELOMPOK
1. Bukannya “berdoa tanpa henti-hentinya,” Saudari-saudara malah “terlalu sibuk, sehingga tak ada waktu untuk berdoa.” Sering kalikah hal itu terjadi?
2. Bagaimana Saudari-saudara menangani pelanturan-pelanturan yang terjadi pada saat berdoa?
3. Keseimbangan apa yang Saudari-saudara gariskan antara doa kepada Santa Perawan Maria dan para kudus, dengan doa kepada Allah sendiri?
*) Bahan untuk pembinaan para novis OFS Persaudaraan Santo Thomas More, Jakarta Selatan. Adaptasi dari bahan pembinaan para novis OFS Persaudaraan Santo Ludovikus IX, Jakarta (Edisi tahun 2000) yang digunakan sejak tahun 1997 dan telah disetujui oleh Pater R. Wowor OFM sebagai pendamping rohani (kode:NOVIS/OFS JKT/04). Disadur secara bebas oleh Sdr. F.X. Indrapradja OFS dari “The Rule of the Secular Franciscan Order with Catechism and Instructions”.
Jakarta, 12 Januari 2009 [Peringatan Santo Bernardus dari Corleone – Biarawan Fransiskan-Kapusin].
Perbaikan terakhir oleh Sdr. F.X. Indrapradja, OFS: 18 Februari 2013.
No comments:
Post a Comment