“DALAM RANGKULAN YESUS YANG TERSALIB: HIDUP PERTOBATAN KITA” - ORDO FRANSISKAN SEKULAR

ORDO FRANSISKAN SEKULAR

OFS - Ordo Fransiskan Sekuler - Ordo Ketiga Fransiskan

ORDO FRANSISKAN SEKULAR REGIO KALIMANTAN

test banner

Breaking

Home Top Ad

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Monday, January 06, 2014

“DALAM RANGKULAN YESUS YANG TERSALIB: HIDUP PERTOBATAN KITA”

03 “DALAM RANGKULAN YESUS YANG TERSALIB: HIDUP PERTOBATAN KITA” *)

PENGANTAR 

Sadar akan kedosaan kita, bahwa kita telah ditebus oleh penderitaan dan kematian Yesus, merupakan titik awal menuju kesatuan dengan Allah. Dengan berpaling kembali kepada Allah dan hidup penuh syukur atas belaskasih-Nya, maka hidup kita demi kenikmatan diri-sendiri dihentikanlah. Seperti yang dilakukan oleh Fransiskus Assisi, kita mendekatkan diri kepada Yesus di kayu salib, mengasihi-Nya dengan pengetahuan bahwa Dia tergantung di salib itu untuk kita. Hasrat kita adalah untuk ikut ambil bagian dalam penderitaan-penderitaan-Nya. 

BACAAN KITAB SUCI 

Mat 16:24-25 (Setiap murid Yesus harus memikul salib seperti sang Guru)

Rm 6:3-6 (Dibaptis dalam Kristus berarti dibaptis dalam kematian-Nya)

1Ptr 2:19-24 (Penderitaan Kristus sebagai teladan bagi seorang murid)

Mat 3:1-12 (Yohanes Pembaptis)

Mat 26:36-56 (Penderitaan Yesus di taman Getsemani)

Mrk 8:34-39 (Doktrin salib)

Luk 23:1-56 (Yesus “diadili” dan disalibkan)

1Kor 15:50-58 (Kebangkitan tubuh) 

AJARAN GEREJA 

Konstitusi Dogmatis Lumen Gentium tentang Gereja (LG), 41 

Khususnya hendaklah mereka yang ditimpa oleh kemiskinan, kelemahan, penyakit dan pelbagai kesukaran, atau menanggung penganiayaan demi kebenaran – merekalah, yang dalam Injil dinyatakan bahagia oleh Tuhan, dan yang “Allah, sumber segala rahmat, yang dalam Kristus Yesus telah memanggil kita ke dalam kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan dan mengokohkan, sesudah mereka menderita seketika lamanya” (1Ptr 5:10), – hendaklah mereka semua mengetahui, bahwa mereka dipersatukan dengan Kristus yang menderita sengsara demi keselamatan dunia. [DOKUMEN KONSILI VATIKAN II, hal. 128] 

BACAAN TAMBAHAN: Lihat LAMPIRAN I 



FOKUS FRANSISKAN 

Meskipun sekarang dinamakan OFS dan hampir sepanjang sejarah keberadaannya dikenal sebagai Ordo Ketiga Santo Fransiskus, di dalam pembukaan AD OFS kita diingatkan  perihal asal usul kita sebagai sebuah gerakan pertobatan. Kita disapa oleh Santo Fransiskus sebagai “Para Saudara dan Saudari Pentobat” dan setelah kematiannya kita dikenal sebagai “Para Pentobat Santo Fransiskus”. Jadi pertobatan atau suatu conversio harian merupakan sikap hidup utama dari seorang Fransiskan. Untuk itu kita harus menyatu dengan sengsara Kristus, karena pertobatan tidak ada artinya kalau terpisah dari salib Kristus. 

Penderitaan dan rasa sakit, kelesuan dan kekecewaan, pelayanan yang tidak dihargai serta penghinaan adalah bagian dari setiap kehidupan. Semua orang Kristiani harus menerima semua itu dengan sabar. Akan tetapi Santo Fransiskus telah menunjukkan kepada kita, bahwa semua yang disebutkan tadi harus dilihat sebagai kesempatan atau peluang untuk turut ambil bagian dalam misi keselamatan Yesus. 

Pertobatan yang benar harus dipenuhi dengan semangat penuh syukur dan gembira, bukan pesimisme. Melalui salib kita akan turut ambil bagian dalam kebangkitan Kristus. Dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam penderitaan Kristus dilihat sebagai suatu privilese yang diberikan oleh-Nya kepada mereka yang dikasihi-Nya. Hal itu merupakan suatu sarana untuk membuat perbaikan-perbaikan atas dosa-dosa kita, karena untuk dosa-lah Kristus wafat. 

Dengan demikian suatu hidup pertobatan menghendaki penerimaan Sakramen Rekonsiliasi dengan seringkali, sehingga kita dapat mempertahankan kesadaran kita akan belaskasihan Allah. Hal itu membuat kita terus berpaling kepada Allah (conversio) dan mendorong kita terus-menerus untuk membuat perbaikan-perbikan atas dosa-dosa kita. 

Santo Fransiskus begitu berhasrat untuk mengalami penderitaan Yesus dan merasakan cinta kasih bagi kita yang memenuhi hati Yesus, sehingga Allah memberi tanda dalam tubuhnya berupa stigmata  kudus, yaitu kelima luka Yesus yang diterima-Nya pada kayu salib. Kita tidak dapat menghasrati apapun yang lebih baik daripada itu. 

WARISAN KITA 

Cermin Kesempurnaan. Tidak lama setelah pertobatannya, selagi dia (Fransiskus) berjalan sendiri di jalan yang letaknya tidak jauh dari Gereja Santa Maria dari Portiuncula, dia menangis dan meratap dengan surara keras. Seorang laki-laki yang suka memikirkan hal-hal rohani yang bertemu dengannya berkata: “Apa kesusahanmu, Saudara?”  Fransiskus menjawab: “Saya tidak malu untuk berpergian kemana-mana di dunia dengan cara ini, meratapi sengsara Tuhanku” (Cermin Kesempurnaan 92). 

Fioretti. Fransiskus berkata: “Sekarang, dengarkanlah kesimpulannya, Saudara Leo. Dari antara semua rahmat dan karunia Roh Kudus yang diberikan Kristus kepada sahabat-sahabat-Nya, yang mengatasi semuanya adalah rahmat untuk menaklukkan diri, rela menanggung duka derita, penghinaan dan kekerasan demi cinta akan Kristus. Kita tak dapat membanggakan karunia Allah yang lain selain ini karena karunia ini bukan milik kita, tetapi dari Allah. Karena itu Rasul berkata, ‘Apakah yang kaumiliki yang bukan merupakan pemberian Allah? Bila engkau menerima itu dari Dia mengapa engkau bermegah-megah seakan-akan itu milikmu sendiri? Akan tetapi, atas salib penderitaan dan kemalangan bolehlah kita bermegah-megah karena ini memang milik kita sendiri. Demikianlah Rasul berkata, ‘Aku tidak akan bermegah-megah dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus. Bagi-Nyalah hormat dan kemuliaan selama-lamanya.’”  (Fioretti, bab 8 bagian akhir; terjemahan Indonesia, hal. 48). 

Fioretti. Pada hari berikutnya, hari Pesta Salib Suci, sebelum fajar, Fransiskus sedang berlutut berdoa pada pintu masuk ke pondoknya. Ia memalingkan mukanya ke arah timur dan dan mengucapkan doa ini, “Tuhanku Yesus Kristus, saya mohon kepada-Mu karuniakanlah dua anugerah sebelum saya meninggal. Yang pertama ialah agar Kauizinkan merasakan sebanyak mungkin penderitaan hebat yang Engkau, Yesus Yang Manis, telah rasakan pada saat sengsara-Mu yang amat pahit itu. Yang kedua ialah agar saya boleh merasakan dalam hatiku sebanyak mungkin cinta yang tak terbatas, dengan mana Engkau, Putera Allah, tergerak dan mau menanggung sengsara sedemikian itu bagi kami para pendosa” (Fioretti, Permenungan Ketiga; terjemahan Indonesia, hal. 223). 

2Celano. Sungguh kejadian yang ajaib dan belum pernah terdengar di zaman kita ini! Siapa gerangan tidak tertegun atasnya? Siapa gerangan pernah melihat hal serupa itu? Siapa gerangan masih meragukan, bahwa Fransiskus ketika ia akhirnya kembali ke kota kelahirannya nampak tersalib, karena Kristus dalam mukjizat yang baru dan belum terdengar itu telah berbicara dari atas kayu salib kepada dia, yang secara lahiriah belum sepenuhnya menghinakan dunia? Sejak saat Yang Terkasih berbicara kepadanya itu, jiwanya luluh. Tidak lama lagi cinta kasih hatinya tampak lewat parut-parut luka-luka tubuhnya. Sejak itu ia tidak dapat menahan air matanya, dan dengan suara keras ia meratapi sengsara Kristus, seakan-akan itu selalu terpampang di depan matanya. Dengan keluh-kesahnya ia memenuhi jalan-jalan. Dan tiada pelipur dibiarkannya datang, jika ia ingat akan siksaan-siksaan Kristus. Ketika ia menyingkapkan sebab kesedihannya kepada teman karib yang dijumpainya, maka teman itupun segera terharu pula untuk mencucurkan air mata. Tetapi sementara itu Fransiskus tidak lupa untuk memelihara gambar kudus itu, dan ia tidak membiarkan perintah karena kelalaian manapun. Segera ia memberikan sejumlah uang kepada seorang imam untuk membeli pelita dan minyak, agar gambar kudus itu jangan sampai pernah tanpa kehormatan cahaya yang semestinya. Dengan tak kenal lelah ia berusaha keras untuk melaksanakan yang lain-lain dan menggunakan segala daya-upaya dengan tak kunjung berhenti untuk memperbaiki gereja itu. Sebab walaupun percakapan Ilahi itu menyangkut Gereja, yang telah diperoleh Kristus dengan Darah-Nya sendiri, namun ia, yang secara lambat-laun beralih dari yang badaniah kepada yang rohaniah, tidak mu secara mendadak diangkat ke tingkat yang tertinggi (2Cel 11). 

Legenda Maior. Karena Fransiskus telah disalibkan dengan Kristus dalam tubuh dan jiwanya, maka ia tidak hanya berkobar-kobar cinta kasih Serafin kepada Allah, tetapi juga haus akan dengan Kristus yang tersalib akan keselamatan jiwa orang banyak. Karena paku di kakinya menjulur dari dagingnya, maka ia tidak dapat berjalan kaki lagi, tetapi ia menyuruh tubuhnya yang nyaris mati itu diangkut berkeliling ke kota-kota dan kampung-kampung untuk menyemangati orang-orang lain untuk memanggul salib Kristus. Ia berkata juga kepada saudara-saudaranya: “Marilah, saudara-saudara, kita mulai mengabdikan kepada Tuhan Allah kita, sebab hingga kini kita sedikit saja mencapai kemajuan.” Ia berkorbarkan kerinduan besar untuk kembali lagi kepada kehina-dinaan yang semula. Ia membayangkan bahwa ia di bawah pimpinan Kristus, akan melakukan hal-hal yang besar. Meskipun anggota-anggota tubuhnya sudah lemah, namun karena jiwanya masih kuat dan bersemangat, ia mengharapkan kemenangan atas musuh dalam pertempuran yang baru. Sebab di mana dorongan cinta kasih selalu mendesak kepada hal-hal yang lebih besar, di situ tiada tempat bagi kelesuan dan kemalasan. Begitu besar kesepakatan yang ada padanya antara tubuh dan roh, begitu besar kesediaan tubuhnya untuk patuh, sehingga karena rohnya berusaha mencapai kesucian sepenuhnya, tubuhnyapun bukan hanya tidak menentangnya, tetapi malahan berusaha mendahuluinya (LegMaj XIV:1). 

Cermin Kesempurnaan. Begitu sungguh-sungguh cinta kasih dan belarasa Fransiskus akan kesedihan dan penderitaan Kristus dan begitu dalam kesedihannya, baik dalam batin maupun secara lahiriah, atas sengsara Tuhan dan hari ke hari sehingga dia tidak pernah mempertimbangkan kelemahan-kelemahannya sendiri. Sebagai akibatnya, meskipun Fransiskus menderita pelbagai penyakit perut, limpa dan hati untuk jangka waktu yang lama sampai saat kematiannya, dan telah menahan sakit yang tetap di matanya sejak dia kembali dari luar negeri, dia tidak pernah mau menjalani perawatan untuk kesembuhan. 

Oleh karena itu Tuan Kardinal Ostia yang melihat betapa selalu keras sikap dan perlakuan Fransiskus terhadap tubuhnya sendiri dan bagaimana dia sudah mulai kehilangan penglihatannya karena menolak penyembuhan, mendesak dia dengan penuh kebaikan dan belarasa, berkata “Saudara, anda tidak melakukan hal yang benar dalam menolak perawatan, karena hidupmu dan kesehatanmu sangat bernilai tidak hanya bagi para saudara, tetapi juga bagi para awam dan seluruh Gereja. Anda selalu menaruh simpati yang besar terhadap saudara-saudaramu bilamana mereka sakit dan selalu baik hati dan penuh belaskasihan; dengan demikian anda tidak boleh kejam terhadap dirimu sendiri dalam keadaan yang begitu membutuhkan. Oleh karena itu aku memerintahkan anda untuk disembuhkan dan ditolong.” Karena Bapak tersuci sangat senang meniru kerendahan dan contoh dan Putera Allah, dia selalu memandang segala sesuatu yang tidak enak terhadap tubuh sebagai sesuatu yang harus diterima dengan baik (Cermin Kesempurnaan 91). 

ANGGARAN DASAR OFS 

Fasal II Artikel 7: 

Sebagai Saudara-saudara dan Saudari-saudari Pentobat mereka, karena panggilannya dan terdorong oleh dinamika Injil, hendaknya menyerupakan cara berpikir dan tingkat laku mereka dengan Kristus melalui jalan pertobatan batin yang mendasar dan sempurna, yang oleh Injil sendiri disebut Conversio; karena kelemahan manusiawi, tobat itu perlu mereka jalankan setiap hari. Pada jalan pembaharuan ini, Sakramen Pengakuan merupakan suatu tanda istimewa kerahiman Bapa dan sumber rahmat. [Artikel 7]

PERTANYAAN-PERTANYAAN UNTUK DIRENUNGKAN SECARA PRIBADI DAN DISYERINGKAN DALAM KELOMPOK 

1.   Pada saat Saudari-saudara mengikuti Jalan Salib yang merupakan suatu devosi Fransiskan yang sesungguhnya, mampukah Saudari-saudara menghubungkan kesakitan fisik atau emosional anda sendiri dengan penderitaan-penderitaan Yesus? 

2.   Kesempatan-kesempatan untuk bertobat apakah yang muncul dalam hidup Saudari-saudara bulan ini? 

3.   Apakah Saudari-saudara berpikir bahwa orang-orang mengetahui jikalau ada sesuatu yang tidak beres dengan Saudari-saudara pada suatu hari tertentu? 

LAMPIRAN I 

Konstitusi Sacrosanctum Concilium tentang Liturgi Suci (SC), 109 – 110 

109. Masa Prapaska

Hendaknya baik dalam Liturgi maupun dalam katekese liturgis ditampilkan lebih jelas dua ciri khas masa “empat puluh hari”, yakni terutama mengenangkan dan menyiapkan Baptis dan membina pertobatan. Masa itu secara lebih intensif mengajak Umat beriman untuk mendengarkan sabda Allah dan berdoa, dan dengan demikian menyiapkan mereka untuk merayakan misteri Paska. Maka dari itu:

1.   Unsur-unsur Liturgi empat puluh hari yang berkenaan dengan Baptis hendaknya dimanfaatkan secara lebih luas; bila dipandang bermanfaat, hendaknya beberapa unsur dari Tradisi zaman dahulu dikembalikan;

2.   Hal itu berlaku juga bagai unsur-unsur yang menyangkut pertobatan. Mengenai katekese hendaknya ditanamkan dalam hati kaum beriman baik dampak sosial dosa, maupun hakekat khas pertobatan, yakni menolak dosa sebagai penghinaan terhadap Allah; jangan pula diabaikan peran Gereja dalam tindak pertobatan, dan hendaknya doa-doa untuk para pendosa sangat dianjurkan. 

110. Pertobatan selama masa empat puluh hari itu hendaknya jangan hanya bersifat batin dan perorangan, melainkan hendaknya bersifat lahir dan sosial-kemasyarakatan. Adapun praktek pertobatan, sesuai dengan kemungkinan-kemungkinan zaman kita sekarang dan pelbagai daerah pun juga dengan situasi Umat beriman, hendaknya makin digairahkan, dan dianjurkan oleh pimpinan gerejawi seperti disebut dalam artikel 22.

     Namun puasa Paska hendaknya dipandang keramat, dan dilaksanakan di mana-mana pada hari Jumat kenangan Sengsara dan Wafat Tuhan, dan bila dipandang berfaedah, diteruskan sampai Sabtu Suci, supaya dengan demikian hati kita terangkat dan terbuka, untuk menyambut kegembiraan hari Kebangkitan Tuhan. [DOKUMEN KONSILI VATIKAN II, hal. 40-41] 

Konstitusi Dogmatis Lumen Gentium tentang Gereja (LG), 8 

8. Gereja yang kelihatan dan sekaligus rohani

Kristus, satu-satunya Pengantara, di dunia ini telah membentuk Gereja-Nya yang kudus, persekutuan iman, harapan dan cinta kasih, sebagai himpunan yang kelihatan. Ia tiada hentinya memelihara Gereja. Melalui Gereja Ia melimpahkan kebenaran dan rahmat kepada semua orang. Adapun serikat yang dilengkapi dengan jabatan hirarkhis dan Tubuh mistik Kristus, kelompok yang nampak dan persekutuan rohani, Gereja di dunia dan Gereja yang diperkaya dengan kurnia-kurnia surgawi, janganlah dipandang sebagai dua hal; melainkan semua itu merupakan satu kenyataan yang kompleks, dan terwujudkan karena perpaduan unsur manusiawi dan ilahi. Maka berdasarkan analogi yang cukup tepat Gereja dibandingkan dengan misteri Sabda yang menjelma. Sebab seperti kodrat yang dikenakan oleh Sabda ilahi melayani-Nya sebagai upaya keselamatan yang hidup, satu dengan-Nya dan tak terceraikan dari pada-Nya, begitu pula himpunan sosial Gereja melayani Roh Kristus, yang menghidupkannya demi pertumbuhan Tubuh-Nya (lihat Ef 4:16).

Inilahsatu-satunya Gereja Kristus, yang dalam Syahadat iman kita akui sebagai Gerja yang satu, kudus, katolik dan apostolik. Sesudah kebangkitan-Nya Penebus kita menyerahkan Gereja kepada Petrus untuk digembalakan (lihat Yoh 21:17). Ia mempercayakannya kepada Petrus dan para Rasul lainnya untuk diperluaskan dan dibimbing (lihat Mat 28:18 dsl.), dan mendirikannya untuk selama-lamanya sebagai “tiang penopang dan dasar kebenaran” (lihat 1Tim 3:15). Gereja itu, yang di dunia ini disusun dan diatur sebagai serikat, berada dalam Gereja Katolik, yang dipimpin oleh pengganti Petrus dan para Uskup dalam persekutuan dengannya, walaupun di luar persekutuan itu pun terdapat banyak unsur pengudusan dan kebenaran, yang merupakan kurnia-kurnia khas bagi Gereja Kristus, dan mendorong ke arah kesatuan Katolik.

Seperti Kristus melaksanakan karya penebusan dalam kemiskinan dan penganiayaan, begitu pula Gereja dipanggil untuk menempuh jalan yang sama, supaya menyalurkan buah-buah keselamatan kepada manusia. Kristus Yesus, “walaupun dalam rupa Allah, … telah mengosongkan diri-Nya dan mengambil rupa seorang hamba” (Flp 2:6-7). Dan demi kita Ia “menjadi miskin, meskipun Ia kaya” (2Kor 8:9). Demikianlah Gereja, kendati memerlukan upaya-upaya manusiawi untuk menunaikan perutusan-Nya, didirikan bukan untuk mengejar kemuliaan duniawi, melainkan untuk menyebarluaskan kerendahan hati dan pengingkaran diri juga melalui teladannya. Kristus diutus oleh Bapa untuk “menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin, … untuk menyembuhkan mereka yang putus asa” (Luk 4:18), untuk “mencari dan menyelamatkan yang hilang” (Luk 19:10). Begitu pula Gereja melimpahkan cinta kasihnya kepada semua orang yang terkenan oleh kelemahan manusiawi. Bahkan dalam mereka yang miskin dasn menderita Gereja mengenali citra Pendirinya yang miskin dan menderita, berusaha meringankan kemelaratan mereka, dan bermaksud melayani Kristus dalam diri mereka. Namun sedangkan Kristus, yang “suci, tanpa kesalahan, tanpa noda” (Ibr 7:26), tidak mengenal dosa (lihat 2Kor 5:21), melainkan datang hanya untuk menebus dosa-dosa rakyat (lihat Ibr 2:17), Gereja merangkum pendosa-pendosa dalam pangkuannya sendiri. Gereja itu suci, dan sekaligus harus selalu dibersihkan, serta terus-menerus menjalankan pertobatan dan pembaharuan.

“Dengan mengembara di antara penganiayaan dunia dan hiburan yang diterimannya dari Allah Gereja maju”. Gereja mewartakan salib dan wafat Tuhan, hingga Ia datang (lihat  1Kor 11:26). Sementara itu Gereja diteguhkan oleh daya Tuhan yang telah bangkit, untuk dapat mengatasi sengsara dan kesulitannya, baik dari dalam maupun dari luar, dengan kesabaran dan cinta kasih, dan untuk dengan setia mewahyukan misteri Tuhan di dunia, kendati dalam kegelapan, sampai ditampakkan pada akhir zaman dalam cahaya yang penuh. [DOKUMEN KONSILI VATIKAN II, hal. 73-76]

Dekrit Presbyterorum Ordinis tentang Pelayanan dan Kehidupan Para Imam (PO), 18 

18. Upaya-upaya untuk mengembangkan hidup rohani

Supaya dapat makin menghayati persatuan dengan Kristus dalam segala situasi hidup mereka, selain melalui pelaksanaan pelayanan mereka penuh kesadaran, bagi para imam tersedia juga berbagai upaya bersama maupun khusus, baru maupun lama, yang tiada hentinya disiapkan oleh Roh Kudus dalam umat Allah, dan yang dianjurkan, bahkan ada kalanya juga diwajibkan oleh Gereja demi pengudusan para anggotanya. Yang lebih luhur dari segala bantuan rohani ialah tindakan-tindakan, yang bagi umat beriman menyediakan santapan Sabda Allah pada kedua meja, yakni Kitab suci dan Ekaristi. Bagi siapa pun jelaslah, betapa penting bagi pengudusan para imam untuk terus-menerus memanfaatkannya.

Para pelayan rahmat sakramental dipersatukan mesra dengan Kristus Sang Penyelamat dan Gembala melalui penerimaan Sakramen-Sakramen yang memperbuahkan rahmat, khususnya dengan sering menerima Sakramen Tobat, yang bila disiapkan melalui pemeriksaan batin harian, sungguh merupakan dukungan kuat bagi pertobatan hati yang memang perlu kepada cinta kasih Bapa yang penuh  belas kasihan. Dalam terang iman yang dikembangkan melalui bacaan Kitab suci, para imam dapat dengan tekun menyelidiki isyarat-isyarat kehendak Allah maupun dorongan-dorongan rahmat-nya dalam pelbagai peristiwa hidup. Demikianlah mereka dapat makin bertambah peka terhadap perutusan yang mereka terima dalam Roh Kudus. Bagi sikap peka-terbuka itu para imam senantiasa menemukan contoh yang mengagumkan pada diri Santa Perawan Maria, yang dibimbing oleh Roh Kudus membaktikan diri sepenuhnya kepada misteri Penebusan umat manusia. Hendaknya para imam dengan sikap bakti dan ibadat penuh kasih menghormati serta mencintai Maria sebagai Bunda Sang Imam Agung yang kekal dan Ratu para Rasul, serta sebagai Pelindung pelayanan mereka.

Untuk menjalankan pelayanan mereka dengan setia, hendaknya mereka memperhatikan wawancara harian dengan Kristus Tuhan, dalam kunjungan serta ibadat pribadi terhadap Ekaristi suci. Hendaknya mereka dengan senang hati meluangkan waktu bagi retret rohani, dan sungguh menghargai bimbingan rohani. Dengan pelbagai cara, khususnya melalui doa batin yang teruji serta berbagai bentuk doa lainnya, yang secara bebas dapat mereka pilih sendiri, para imam mencari dan bersungguh-sungguh memohon kepada Allah semangat sembah-sujud yang sejati, upaya mereka untuk bersama dengan jemaat yang mereka bimbing bersatu mesra dengan Kristus Pengantara Perjanjian Baru, dan dengan demikian sebagai putera-puteri angkat dapat berseru: “Abba, Pater” (Rm 8:15). [DOKUMEN KONSILI VATIKAN II, hal. 500-501]


*) Bahan untuk pembinaan para novis OFS Persaudaraan Santo Thomas  More, Jakarta Selatan. Penyempurnaan  dari bahan pembinaan para novis OFS Persaudaraan Santo Ludovikus IX, Jakarta yang digunakan sejak tahun 1997 dan telah disetujui oleh Pater R. Wowor OFM sebagai pendamping rohani (kode:NOVIS/OFS JKT/03).  Disadur secara bebas oleh Sdr. F.X. Indrapradja OFS dari “The Rule of the Secular Franciscan Order with Catechism and Instructions”.  



Jakarta, 21 November 2008 [Peringatan Santa Perawan Maria Dipersembahkan kepada Allah]. 

Perbaikan terakhir oleh Sdr. F.X. Indrapradja, OFS: 18 Februari 2013.

No comments:

Post a Comment

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages