09: “DENGAN HATI YANG MURNI DAN PENUH SUKACITA: KEMURNIAN *)
PENGANTAR
Apabila kehidupan kita berpusat pada Allah dan cintakasih manusia dipahami sebagai sesuatu yang intrinsik dengan kasih Allah kepada kita, maka energi-energi kita diarahkan di luar diri kita sendiri. Roh kita mengenal dan mengalami sukacita dalam ketakjuban akan kebaikan Allah. Hal ini menuntut kontrol atas kekuatan-kekuatan seksual yang merupakan bagian dari kodrat kita, kalau kita tidak ingin memfokuskan perhatian kita pada pemuasan diri yang bersifat sensual.
BACAAN KITAB SUCI
1Kor 3:16-17 (Kita adalah Bait Allah)
Mat 5:27-28 (Arti zina)
Rm 6:9-14 (Menyerahkan diri kepada Allah)
Ef 5:25-32 (Kasih Kristus adalah dasar hidup suami istri)
Mat 5:31-32 (Tentang perceraian)
1Kor 6:12-20 (imoralitas seksual)
1Kor 7:1-40 (nasihat bagi orang yang menikah dan tidak menikah)
Gal 5:13-26 (kemerdekaan sejati)
AJARAN GEREJA
Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes tentang Gereja di Dunia Dewasa Ini [GS], 49 (Judul: Cintakasih suami-istri)
Seringkali para mempelai dan suami-istri diundang oleh sabda ilahi, untuk memelihara dan memupuk janji setia mereka dengan cinta yang murni dan perkawinan mereka dengan kasih yang tak terbagi (lihat Kej 2:22-24; Ams 5:18-20; 31:10-31; Tob 8:4-8; Kid 1:1-3; 2:16; 7:8-11; 1Kor 7:3-6; Ef 5:25-33). Cukup banyak orang zaman sekarang amat menghargai pula cintakasih sejati antara suami dan istri, yang diungkapkan menurut adat-istiadat para bangsa dan kebiasaan zaman yang terhormat. Cintakasih itu, karena sifatnya sungguh sangat manusiawi, dan atas gairah kehendak dari pribadi menuju kepada pribadi, mencakup kesejahteraan seluruh pribadi; maka mampu juga memperkaya ungkapan-ungkapan jiwa maupun raga dengan keluhuran yang khas, serta mempermuliakannya sebagai unsur-unsur dan tanda-tanda istimewa persahabatan suami-isteri. Tuhan telah berkenan menyehatkan, menyempurnakan dan mengangkat cintakasih itu dengan karunia istimewa rahmat dan kasih sayang. Cinta seperti itu memadukan segi manusiawi dan ilahi, mengantar suami-istri kepada serah diri bebas dan timbal-balik, yang dibuktikan dengan perasaan dan tindakan mesra, serta meresapi seluruh hidup mereka (lihat Pius XI, Ensiklik Casti Connubii, 1930). Bahkan cinta itu makin sempurna dan berkembang karena kemurhan hati yang rela berjerih-payah. Oleh karena itu jauh lebih unggul dari rasa tertarik yang erotis melulu, yang ditumbuhkan dalam cinta diri, dan menghilang dengan cepat dan amat menyedihkan. [DOKUMEN KONSILI VATIKAN II, hal. 571-572].
Dekrit Perfectae Caritatis tentang Pembaharuan dan Penyesuaian Hidup Religius [PC], 12. (Judul: Kemurnian)
Kemurnian “demi kerajaan surga” (Mat 19:12), yang diikrarkan oleh para religius, harus dihargai sebagai karunia rahmat yang sangat luhur. Sebab secara istimewa membebaskan hati manusia (lihat 1Kor 7:32-35), supaya ia lebih berkobar cintakasihnya terhadap Allah dan semua orang. Maka merupakan tanda yang amat khas harta surgawi, dan upaya yang sangat cocok bagi para religius untuk dengan gembira hati membaktikan diri bagi pengabdian kepada Allah serta karya-karya kerasulan. [DOKUMEN KONSILI VATIKAN II, hal. 255-256].
BACAAN TAMBAHAN: Lihat LAMPIRAN I
FOKUS FRANSISKAN
· Agar aku menjadi bebas dalam mencintai/mengasihi, kepadaku dituntut pengorbanan diri sendiri sehingga Allah dapat menggunakanku untuk membawakan kasih-Nya kepada semua orang. Aku tidak dapat mengasihi hanya orang-orang yang kusukai dan yang menarik hatiku, namun aku harus mengasihi setiap orang tanpa kecuali, karena Kristus mati di kayu salib untuk semua orang.
· Agar dapat melakukan hal ini, dituntutlah dari diriku pikiran dan badan/tubuh yang murni, karena cintakasih menyangkut sisi fisik dan emosional, serta juga sisi spiritual seorang manusia. Memang tanpa kemurnian tidak mungkinlah bagi kita untuk mengasihi orang-orang lain sebagai anak-anak Allah. Karena “daging berperang melawan roh”, maka kodrat badaniah kita mencari kepuasannya sendiri, dan harus dikekang sehingga cintakasih kepada Allah dan sesama dapat meningkat.
· Suatu kesadaran bahwa sifat dan sikap kita di bidang seks secara khusus rentan/rapuh terhadap tanggapan-tanggapan kita yang mementingkan diri sendiri harus membuat kita untuk senantiasa bersikap dan bertindak penuh kewaspadaan. Akan tetapi kemurnian tanpa cintakasih akan membuat tujuan kemurnian itu menjadi rusak. Kemurnian akan cemerlang berkilauan, hanya apabila diiringi dengan semangat kemurahan-hati, damai-sejahtera, dan keprihatinan penuh kasih terhadap orang-orang yang memerlukan bantuan kita.
· Kita harus mengingat bahwa Santo Fransiskus sangat keras terhadap tubuh/badannya sendiri guna mencapai kemurnian, membuat tubuhnya itu subjek dari mortifikasi fisik yang ekstrim, kemudian kita lupa bahwa hal ini memampukannya untuk mengasihi bahkan orang kusta yang paling menjijikkan sekalipun, maka motivasi kita itu sebenarnya salah arah. Di atas dan melampaui apa yang dituntut oleh perintah Allah yang ke-6 dan ke-9, seorang Fransiskan harus bersikap dan bertindak-tanduk yang mengungkapkan kepercayaannya bahwa tubuh kita adalah sungguh Bait Roh Kudus dan merupakan instrumen guna melayani semua orang. Kemurnian perkawinan, kesederhanaan dalam berpakaian dan perilaku, dan relasi yang murni hanyalah awalnya saja.
· Sebagai para pengikut Santo Fransiskus kita menjadi pemimpin-pemimpin dalam masyarakat yang “kafir” untuk mendorong rasa hormat terhadap kekudusan cintakasih seksual dan martabat kehidupan manusia dari saat dikandung sampai saat kematian dalam berbagai tahapannya.
· Kemurnian bagi seorang yang hidup lajang disempurnakan oleh sebuah janji untuk hidup selibat, namun biasanya kemurnian menemukan pemenuhannya dalam janji-janji perkawinan, di mana cintakasih insani berbunga, dan dikuduskan dalam kehidupan berkeluarga. Dikuatkan dengan rahmat sakramental perkawinan, para Fransiskan yang hidup-nikah mencerminkan kemiskinan dan penderitaan Yesus dengan cara penuh sukacita di dalam mana mereka menerima pengorbanan yang diperlukan untuk membangun sebuah keluarga Kristiani.
· Seorang Kristiani adalah seorang Kristiani yang penuh sukacita karena dia sedang jatuh cinta dengan Allah.
WARISAN KITA
Legenda Perugina. Dari awal pertobatannya sampai ke hari kematiannya, Fransiskus selalu keras terhadap tubuhnya. Akan tetapi keprihatinannya yang pertama dan terutama adalah selalu untuk memiliki dan mempertahankan sukacita, baik yang di dalam maupun di luar dirinya (sukacita batiniah maupun sukacita yang dapat dilihat orang lain). Ia mendeklarasikan bahwa apabila seorang hamba Allah berupaya untuk memiliki dan memelihara sukacitanya – baik yang interior maupun exterior – sebagai akibat dari kemurnian hatinya, maka setan-setan tidak dapat menyakitinya. [Legenda Perugina, 97, OMNIBUS, hal. 1073]
Legenda Maior. Karena Fransiskus teramat mengusahakan pemeliharaan kemurnian jiwa dan badannya, maka dia bersikap keras dan tertib sekali dalam menjaga dirinya. Karena itu pun pada awal pertobatannya dia sering menerjunkan dirinya ke dalam lubang penuh salju di musim dingin, untuk dapat menundukkan musuh di dalam tubuh sendiri itu dengan sempurna dan untuk melindungi baju putih kemurnian terhadap nyala api nafsu kenikmatan. Dinyatakannya, bahwa bagi orang rohani tak terbanding mudahnya untuk menahan kedinginan hebat dalam tubuh daripada mengalami api nafsu daging yang kecil saja dalam hati. [LegMaj V:3], OMNIBUS, hal. 664]
2Celano. Santo Fransiskus menyatakan bahwa obat yang paling aman terhadap ribuan sengatan dan tipu muslihat setan-setan (Iblis dan roh-roh jahat) adalah sukacita spiritual. Karena ia berkata: “Lalu Iblis paling banyak bersukacita apabila dia dapat merebut sukacita spiritual dari seorang hamba Allah. Ia (Iblis) membawa debu agar dia dapat melemparkannya, bahkan ke atas bagian terkecil dari hati nurani untuk mengotori keterusterangan pikiran dan kemurnian hidup seseorang. Namun apabila sukacita memenuhi diri orang itu, maka ular itu (maksudnya: Iblis) menyemburkan racunnya yang mematikan dengan sia-sia. Setan-setan (roh-roh jahat) tidak dapat menyakiti hamba Kristus apabila mereka melihat bahwa dia dipenuhi dengan sukacita yang suci. Namun apabila orang itu sedang berada dalam situasi ‘berantakan’ (mengalami kemalangan), mengalami desolasi, dan dipenuhi dengan kesedihan, maka mudah saja orang itu dikuasai oleh kesedihannya, atau dia berbelok arah kepada kenikmatan-kenikmatan duniawi.” [2Cel 125, OMNIBUS, hal. 465]
Petuah-Petuah. Berbahagialah orang yang suci hatinya karena mereka akan melihat Allah (Mat 5:8).
Orang yang meremehkan barang-barang duniawi dan mencari barang-barang surgawi, serta tidak pernah berhenti menyembah dan memandang Tuhan Allah yang hidup dan benar dengan hati dan jiwa yang murni, mereka itu sungguh-sungguh suci hatinya. [Petuah-petuah, XVI:1-2 dalam KARYA-KARYA FRANSISKUS DARI ASISI, hal. 215]
Catatan Mgr Leo Laba Ladjar OFM: “kesucian atau kematian hati” dimaksudkan sebagai sikap yang lepas dan bebas secara sempurna untuk menyembah Allah karena sudah bebas dan lepas dari semua ikatan “daging”. Tidak melekat pada dunia dan pada diri sendiri merupakan syarat untuk dapat mengarahkan diri sepenuh-penuhnya kepada Allah, dengan kata lain untuk dapat mengabdi-Nya dengan hati yang suci murni [KARYA-KARYA FRANSISKUS DARI ASISI, catatan kaki no. 133, hal. 215].
2Cel 112-118 [OMNIBUS, hal. 454-460] dan 2Cel 204-208 [OMNIBUS, hal. 525 -529], tidak ada terjemahan dalam bahasa Indonesia.
ANGGARAN OFS Pasal II Artikel 12 dan 17:
Sebagai saksi-saksi atas harta yang akan datang, dan karena oleh panggilan yang mereka miliki itu, mereka wajib mengejar kemurnian hati, demikian hendaknya mereka menjadikan diri mereka bebas untuk mencintai Allah dan saudara-saudari mereka (Pth XVI:1-2). [Artikel 12]
Di dalam keluarganya, hendaklah mereka menghayati semangat kedamaian Fransiskan serta kesetiaan dan rasa hormat terhadap kehidupan, sambil membuat semuanya itu menjadi tanda dunia yang sudah diperbaharui dalam Kristus (AD Leo XIII tahun 1883, pasal 12 ayat 8).
Khususnya pasangan-pasangan suami-istri, sambil menghayati segala rahmat perkawinannya, hendaklah memberi kesaksian kepada dunia perihal cintakasih Kristus kepada Gereja-Nya. Dengan pendidikan Kristiani yang wajar dan terbuka dan sambil memperhatikan panggilan masing-masing, hendaklah mereka dengan riang hati bersama-sama dengan anak-anaknya menempuh perjalanan manusiawi dan rohaninya dengan riang hati (LUMEN GENTIUM, 41.c, dan APOSTOLICAM ACTUOSITATEM, 30.b.c.) [Artikel 17]
PERTANYAAN-PERTANYAAN UNTUK DIRENUNGKAN SECARA PRIBADI DAN DISYERINGKAN DALAM KELOMPOK
1. Walaupun kemurnian mengarahkan segenap keberadaan kita – fisik, emosional dan spiritual – untuk mencapai kesempurnaan cintakasih, jenis-jenis pribadi yang apa saja yang Saudari/saudara masih rasakan sangat sulit untuk diampuni atau menjalin persahabatan dengan mereka?
2. Apakah para sahabat anda menilai anda sebagai seorang pribadi yang penuh sukacita?
3. Di samping contoh personal anda sendiri, bagaimana anda terlibat sebagai seorang pribadi atau sebagai sebuah keluarga dalam mendorong/ mempromosikan sikap-sikap yang layak dalam masyarakat yang berorientasi pada seks?
LAMPIRAN I
Dekrit Apostolicam Actuositatem tentang Kerasulan Awam [AA], 11. (Judul: Keluarga)
Pencipta alam semesta telah menetapkan persekutuan suami-istri menjadi asal-mula dan dasar masyarakat manusia, dan berkat rahmat-Nya menjadikannya sakramen agung dalam Kristus dan dalam Gereja (lihat Ef 5:32). Maka kerasulan antara para suami-isteri dan keluarga-keluarga mempunyai makna yang istimewa pentingnya bagi Gereja maupun bagi masyarakat.
Para suami-isteri Kristiani bekerja sama dengan rahmat dan menjadi saksi iman satu bagi yang lain, bagi anak-anak mereka, mereka itulah pewarta iman dan pendidik yang pertama. Dengan kata-kata maupun teladan suami-isteri membina anak-anak untuk menghayati hidup Kristiani dan kerasulan. Dengan bijaksana suami-isteri membantu mereka dalam memilih panggilan mereka, dan – sekiranya barangkali terdapat panggilan suci pada mereka, – memupuk itu dengan perhatian sepenuhnya.
Selalu merupakan tugas suami-isteri, tetapi sekarang ini merupakan segi amat penting kerasulan mereka: dengan peri-kehidupan mereka menunjukkan dan membuktikan bahwa ikatan pernikahan tidak terceraikan dan suci. Adalah tugas mereka dengan tegas menyatakan bahwa hak dan tugas mendidik anak secara Kristiani diserahkan kepada orang-tua dan para pendidik. Tugas mereka pula membela martabat dan otonomi keluarga yang sewajarnya. Maka dari itu hendaknya mereka dan Umat beriman Kristiani lainnya bekerja sama dengan mereka yang berkehendak baik, supaya dalam perundingan sipil hak-hak itu dipertahankan utuh-utuh; supaya dalam pemerintahan masyarakat diindahkan kebutuhan-kebutuhan keluarga-keluarga mengenai perumahan, pendidikan anak-anak, persyaratan kerja, keamanan sosial dan perpajakan; supaya dalam mengatur perpindahan-perpindahan hidup bersama dalam keluarga sungguh-sungguh dijamin.
Keluarga sendiri menerima perutusan dari Allah, untuk menjadi sel pertama dan sangat penting bagi masyarakat. Perutusan itu akan dilaksanakannya, bila melalui cintakasih timbal-balik para anggotanya dan doa mereka bersama kepada Allah, keluarga membawakan diri bagaikan ruang ibadat Gereja di rumah; bila segenap keluarga ikut serta dalam ibadat liturgis Gereja; akhirnya, bila keluarga secara nyata menunjukkan kerelaannya untuk menjamu, dan memajukan keadilan dan amal-perbuatan lainnya untuk melayani semua saudara yang menderita kekurangan. Di antara pelbagai karya kerasulan keluarga baiklah disebutkan yang berikut ini: memungut kanak-kanak terlantar menjadi anaknya, dengan murah hati menerima para pendatang, membantu menyelenggarkan sekolah-sekolah, mendampingi kaum muda dengan nasihat dan bantuan lainnya, membantu para calon mempelai untuk menyiapkan diri lebih baik bagi pernikahan mereka, ikut berkatekese, membantu para suami-isteri dan keluarga-keluarga yang sedang mengalami kesukaran material atau moral, bukan saja mencukupi kebutuhan orang-orang tua, melainkan juga secara wajar menyediakan buah-buah kemajuan ekonomi bagi mereka.
Selalu dan di mana-mana, tetapi secara istimewa di daerah-daerah, yang baru saja menerima taburan benih Injil yang pertama, atau bila Gereja baru mengalami tahap-tahap awalnya, atau sedang mengalami suatu krisis yang gawat, keluarga-keluarga Kristiani, yang hidupnya selaras semata-mata dengan Injil dan memberi teladan pernikahan Kristiani yang baik, menyampaikan kesaksian yang sangat berharga tentang Kristus kepada masyarakat (lihat Pius XII, Ensiklik Evangelii praecones, tanggal 2 Juni 1951).
Supaya keluarga-keluarga dapat lebih mudah mencapai sasaran-sasaran kerasulan mereka, dapat berguna bila mereka berhimpun dalam kelompok-kelompok (lihat Pius XII, Amanat kepada Perserikatan Kaum Muda Katolik tentang semangat bakti, pengetahuan dan kegiatan, tanggal 25 September 1904). [DOKUMEN KONSILI VATIKAN II, hal. 355-357].
Dekrit Apostolicam Actuositatem tentang Kerasulan Awam [AA], 30. (Judul: Mereka yang wajib membina sesxama untuk kerasulan)
Begitu juga kelompok-kelompok dan persekutuan-persekutuan awam, yang mengejar tujuan kerasulan atau tujuan-tujuan adikodrati lainnya, harus dengan sungguh-sungguh dan terus-menerus mengembangkan pembinaan untuk kerasulan sesuai dengan tujuan dan coraknya sendiri (lihat Yohanes XXIII, Ensiklik Mater et Magistra, tanggal 15 Mei 1961). Himpunan-himpunan itu sering merupakan jalan yang biasa untuk pembinaan yang cocok bagi kerasulan. Sebab di situ diberi pembinaan pengetahuan, rohani dan praktis. Para anggotanya bersama dengan teman-teman dan sahabat-sahabat mereka dalam kelompok-kelompok kecil mempertimbangkan cara-cara dan buah hasil usaha-usaha kerasulan mereka, dan membandingkan cara hidup mereka sehari-hari dengan Injil.
Pembinaan semacam itu harus diatur sedemikian rupa, sehingga seluruh kerasulan awam ikut dipertimbangkan. Kerasulan itu harus dijalankan bukan saja di antara kelompok-kelompok dalam persekutuan-persekutuan sendiri, tetapi juga dalam segala situasi selama hidup, terutama dalam hidup profesional dan sosial. Bahkan setiap anggota harus dengan tekun menyiapkan diri untuk kerasulan, dan itu lebih mendesak pada usia dewasa. Sebab sementara umur bertambah, jiwa manusia menjadi lebih terbuka, dan dengan demikian setiap orang dapat lebih cermat mengenali bakat-bakat, yang oleh Allah dilimpahkan atas jiwanya; ia dapat dengan lebih subur mengamalkan kharisma-kharisma, yang oleh Roh Kudus dikaruniakan kepadanya demi kesejahteraqan saudara-saudaranya. [DOKUMEN KONSILI VATIKAN II, hal. 376-377].
Konstitusi Dogmatis Lumen Gentium tentang Gereja [LG], 4. (Judul: Bentuk pelaksanaan kesucian)
Dalam aneka bentuk kehidupan serta tugas satu kesucian yang sama diamalkan oleh semua, yang digerakkan oleh Roh Allah, dan yang dengan mematuhi suara Bapa serta bersujud kepada Allah Bapa dalam roh dan kebenaran, mengikuti Kristus yang miskin, rendah haati dan memanggul salib-Nya, agar mereka pantas ikut menikmati kemuliaan-Nya. Adapun masing-masing menurut karunia dan tugasnya sendiri wajib melangkah tanpa ragu-ragu menempuh jalan iman yang hidup, yang membangkitkan harapan dan mewujudkan diri melalui cintakasih.
Terutama para Gembala kawanan Kristuslah yang wajib menjalankan pelayanan mereka dengan suci dan gembira, dengan rendah hati dan tegas, menurut citra Imam Agung dan Abadi, Gembala dan Pengawas jiwa kita. Dengan demikian pelayanan yang mereka lakukan juga bagi mereka sendiri akan menjadi upaya penyucian yang ulung. Mereka dipilih untuk mengemban kepenuhan imamat, dan dikaruniai rahmat sakramental, supaya dengan berdoa, mempersembahkan kurban dan mewartakan sabda, melalui segala macam perhatian dan pengabdian Uskup, melaksanakan tugas sempurna cintakasih kegembalaan, dan supaya jangan tgakut menyerahkan jiwa demi domba-domba, dan dengan menjadi teladan bagi kawanan (lihat 1Ptr 5:3), lagipula dengan contohnya memajukan Gereja menuju tingkat kesucian yang kian hari makin tinggi.
Hendaklah para imam, serupa dengan para Uskup yang mempunyai mereka sebagai mahkota rohani, …… Dalam perutusan dan rahmat Imam tertinggi secara khusus ikut serta pula para pelayan tingkat lebih rendah, terutama para Diakon, yang melayani misteri-misteri Kristus dan Gereja, dan karena itu wajib mempertahankan kemurniannya dari segala cacat dan berkenan kepadas Allah, serta menyediakan segala macam kebaikan di hadapan orang-orang (lihat 1Tim 3:8-10, 12-13). …… Menusul para awam yang terpilih oleh Allah, dan – untuk membaktikan diri sepenuhnya kepada karya kerasulan – dipanggil oleh Uskup, serta bekerja di ladang Tuhan dengan menghasilkan banyak buah (Pius XII, Amanat Sous la maternelle protection, tanggal 9 Desember 1957).
Para suami-istri dan orang tua Kristiani wajib, menurut cara hidup mereka, dengan cinta yang setia seumur hidup saling mendukung dalam rahmat, dan meresapkan ajaran Kristiani maupun keutamaan-keutamaan Injil di hati keturunan, yang penuh kasih mereka terima dari Allah. Sebab dengan demikian mereka memberi teladan cintakasih yang tak kenal lelah dan penuh kerelaan kepada semua orang, memberi contoh kepada persaudaraan kasih, dan menjadi saksi serta pendukung kesuburan Bunda Gereja. Mereka menjadi tanda pun sekaligus ikut serta dalam cintakasih Kristus terhadap Mempelai-Nya, sehingga Ia menyerahkan Diri untuknya (Pius XII, Ensiklik Casti Connubii, tanggal 31 Desember 1930). Teladan serupa disajikan dengan cara lain oleh para janda dan mereka yang tidak menikah, yang juga dapat menyumbang banyak sekali bagi kesucian dan kegiatan Gereja. Adapun mereka yang sering menanggung beban kerja berat hendaknya menyempurnakan diri melalui pekerjaan manusia, membantu sesama warga, dan mengangkat segenap masyarakat serta alam tercipta kepada keadaan yang lebih baik. Selain itu hendaklah mereka dengan cintakasih yang aktif meneladani Kristus, yang dulu menjalankan pekerjaan tangan, dan selalu berkarya bersama Bapa demi keselamatan semua orang. Hendaklah mereka berharap dan gembira, saling menanggung beban, dan melalui pekerjaan mereka sehari-hari mencapai kesucian yang lebih tinggi dan bersifat apostolik.
Khususnya hendaklah mereka yang ditimpa oleh kemiskinan, kelemahan, penyakit dan pelbagai kesukaran, atau menanggung penganiayaan demi kebenaran – merekalah, yang dalam Injil dinyatakan bahagia oleh Tuhan, dan yang “Allah, sumber segala rahmat, yang dalam Kristus Yesus telah memanggil kita ke dalam kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan dan mengokohkan, sesudah mereka menderita seketika lamanya (1Ptr 5:10), – hendaklah mereka semua mengetahui, bahwa mereka dipersatukan dengan Kristus yang menderita sengsara demi keselamatan dunia.
Jadi semua orang beriman Kristiani dalam kondisi-kondisi hidup mereka, dalam tugas-tugas serta keadaan mereka, dan melalui itu semua, dari hari ke hari akan makin dikuduskan, bila mereka dalam iman menerima segala-sesuatu dari tangan Bapa di surga, dan bekerja sama dengan kehendak ilahi, dengan menampakkan dalam tugas sehari-hari kepada semua orang cintakasih Allah terhadap dunia. [DOKUMEN KONSILI VATIKAN II, hal. 125-129].
Konsitusi Pastoral Gaudium et Spes tentang Gereja di Dunia Dewasa Ini [GS], keseluruhan BAB SATU: MARTABAT PERKAWINAN DAN KELUARGA
47. Perkawinan dan keluarga dalam dunia zaman sekarang
48. Kesucian perkawinan dan keluarga
49. Cintakasih suami-istri
50. Kesuburan perkawinan
51. Penyelarasan cintakasih suami-istri dengan sikap hormat terhadap hidup menusiawi
52. Pengembangan perkawinan dan keluarga mereupakan tugas semua orang
[DOKUMEN KONSILI VATIKAN II, hal. 568-579].
*) Bahan untuk pembinaan para novis OFS Persaudaraan Santo Thomas More, Jakarta Selatan. Adaptasi dari bahan pembinaan para novis OFS Persaudaraan Santo Ludovikus IX, Jakarta (Edisi tahun 2000) yang digunakan sejak tahun 1997 dan telah disetujui oleh Pater R. Wowor OFM sebagai pendamping rohani (kode:NOVIS/OFS JKT/05). Disadur secara bebas oleh Sdr. F.X. Indrapradja OFS dari “The Rule of the Secular Franciscan Order with Catechism and Instructions”.
Jakarta, ,21 September 2010 [Pesta Santo Matius, Rasul dan Penginjil]
Perbaikan terakhir oleh Sdr. F.X. Indrapradja, OFS: 18 Februari 2013.
Bagi para seminaris tetap semangat dalam pergumulan anda menjadi seorang ofs.tetaplah rendah hati dan menjaga kemurnian Tuhan memberkati
ReplyDelete