GURU INTENSIONAL SEBAGAI PENGGAGAS SEKOLAH CINTA KASIH - ORDO FRANSISKAN SEKULAR

ORDO FRANSISKAN SEKULAR

OFS - Ordo Fransiskan Sekuler - Ordo Ketiga Fransiskan

ORDO FRANSISKAN SEKULAR REGIO KALIMANTAN

test banner

Breaking

Home Top Ad

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Sunday, November 01, 2015

GURU INTENSIONAL SEBAGAI PENGGAGAS SEKOLAH CINTA KASIH


 Pontianak, 22 September 2015

Menjadi Katolik adalah suatu panggilan yang indah. Kita dipanggil menjadi murid Kristus untuk mewartakan sabda bahagia dan hukum cinta kasih. Alangkah indahnya dunia ini apabila kita semua dapat saling mengasihi dan mempermuliakan Allah melalui tingkah laku kita yang baik. Dimulai dari keluarga, sekolah, masyarakat hingga berbangsa dan bernegara. Kita boleh mendapatkan rahmat kedamaian dari Tuhan sendiri. Karena hakekatnya, menjadi pengikut Kristus artinya kita adalah pelaku perdamaian. Memberi dan menjadikan perdamaian di atas segala-galanya. Seperti sabda Kristus mengenai perdamaian,”Damai-ku Kuberikan kepadamu, damai-Ku Kutinggalkan padamu”. Sungguh indah jika kita saling berdamai dan menciptakan suasana rukun dan damai.
Text Box: Pastor Vinsensius A Paolo Darmin Mbula, OFMMenerapkan hukum kasih di dunia pendidikan tidaklah mudah. Kita perlu menelaah kembali potensi diri kita sendiri sebagai pengikut Kristus yang sejati. Apalagi soal menjadi guru, tidaklah mudah di dalam prakteknya. Kita perlu bersabar, rendah hati, murah hati, dapat mengendalikan diri dan menjadi contoh bagi peserta didik yang kita ajarkan. Memanusiakan manusia agar menjadi manusia yang baik dan benar. Sebagaimana Kristus yang mengutus kedua belas rasul untuk menjadi murid-muridNya. Kita semua adalah murid Kristus yang mewartakan cinta kasih melalui ajaran dan didikan kita. Hidup di dalam keanekaragaman pribadi-pribadi demi mencapai visi yang sama melalui misi yang mulia. Guru sebagai penggagas sekolah cinta kasih, sungguh-sungguh menjadi guru sekaligus murid Kristus dalam mendidik anak-anak manusia menjadi manusia yang baik seutuhnya.

Retret pelatihan Guru dari seluruh Sekolah Yayasan Amal dan Kurban (AMKUR) berkumpul bersama untuk memahami Katoliksitas yang ada di Sekolah Katolik. Bersama membangun kembali citra Allah melalui profesi sebagai guru di bawah bimbingan Pastor Vinsensius A Paolo Darmin Mbula, OFM. Kita diajak untuk mengenal Kristus di dalam dunia pendidikan. Dan menerapkan hukum cinta kasih demi mencapai tujuan utama yaitu mencetak generasi-generasi yang baik, dapat diandalkan, berguna bagi bangsa dan negara serta bagi gereja. Pastor yang lahir di Benteng Jawa pada tanggal 26 Januari 1963 membawa kami ke dalam lautan kasih yang akan kami seberangi untuk mengukur sejauh apa dan bagaimana seorang guru menjalankan tugasnya sebagai guru yang sungguh-sungguh guru sekaligus sebagai murid Kristus.

Untuk dapat menerapkan hukum cinta kasih di dunia pendidikan, kita perlu mengetahui identitas autentik sekolah Katolik. Pertama-tama, sekolah-sekolah Katolik didasari oleh pemahaman Kristiani mengenai pribadi manusia. Kedua, Sekolah-sekolah Katolik menyelaraskan pandangannya mengenai tujuan mulia gereja pada dunia. Ketiga, Sekolah-sekolah Katolik harus dijiwai oleh iman yang terintegrasi melalui Kurikulum. Keempat, Sekolah-sekolah Katolik dilanjutkan melalui kesaksian personal untuk Injil. Kelima, Sekolah-sekolah Katolik dibentuk oleh spiritualitas persekutuan atau persaudaraan. 


Sebagai pendidik, kita harus mengetahui konteks dalam Sekolah Katolik yang sungguh dijiwai oleh cinta kasih. Pertama-tama kita ingat kembali cita-cita negara kita, Republik Indonesia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Sekolah-sekolah Katolik harus meresapi cita-cita negara kita ini dan menerapkannya melalui kurikulum, seluruh media pembelajaran, pendidik dan peserta didik sebagai tonggak penggerak pendidikan di sekolah.  Sekolah perlu setia kepada katoliksitas. Kita menjadi pribadi-pribadi penuh iman yang membuka diri, menyambut siapa pun, dan cerdas dalam kolaborasi.

Identitas katolik menunjukkan efektivitas sekolah katolik kita dalam mengekspresikan dan mengalami serta menyaksikan identitas katolik dengan mensintesikan secara terpadu iman, hidup dan budaya. Kita melakukannya melalui kemitraan (kerja sama) yang kuat dengan komunitas Gereja yang lebih luas, pembekalan dengan pendidikan agama yang berkualitas tinggi, dan menjamin bahwa visi dan misi katolik kita menyerap, meresap, merembes kehidupan sekolah kita. Tugas ini tidak hanya dibebankan kepada guru sebagai pengajar tetapi juga seluruh tubuh organisasi sekolah mulai dari jajaran Yayasan, Kepala Sekolah, termasuk guru dan juga peserta didik.

Peran guru yang intensional menjadi ujung tombak suksesnya visi misi Katoliksitas di dalam sekolah. Guru membawa berkat bagi peserta didik, merangkul dan menyambut anak-anak sesuai sabda Kristus dalam Markus 10:14 yang berbunyi,”Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku”. Teladan Kristus diresapi melalui peran seorang guru. Alasannya adalah anak anak merupakan gambar dan rupa Allah, buah cinta orang tua. Orang tua mengirimkan anak anaknya yang terbaik bagi kita sebagai anugerah Allah, maka sambutlah mereka dengan hati penuh cinta kasih. Guru Intensional bertujuan dan berpikir secara mendalam agar anak anak bertumbuh dan berkembang menjadi manusia yang bijaksana ( beriman, berkarakter, dan cerdas).

Guru sebenarnya sedang mengajarkan dirinya yaitu hidupnya sendiri. Ilmu pengetahuan, kebaikan, kebenaran, nilai nilai dan kerohanian itu adalah ekspresi luar dari apa yang dimilikinya. Memperdalam makna panggilan hidup sebagai guru umat manusia: ( guru kelas, guru sekolah, guru bangsa, guru bangsa bangsa, guru umat manusia). Menyempurnakan kemanusiaan, baik kemanusiaan kita sendiri dan orang lain. Pada akhirnya seorang guru akan sampai kepada tujuannya yang mulia sebagai suatu panggilan yaitu demi memuliakan Allah dengan memulihkan martabat manusia.

Dari perannya, guru intensional berandil besar dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Guru yang intensional menggunakan pengethauan tentang perkembangan manusia untuk memperbaiki pengajaran dan pembelajaran. Guru yang intensional menggunakan apa yang mereka ketahui tentang pola pola perkembangan moral, psikososial, dan kognitif yang dapat diprediksi untuk mengambil keputusan –keputusan dalam pengajaran. Guru yang intensional menyadari bahwa siswa pada masa awal mereka, pada masa anak pertengahan, dan pada masa remaja menghadapi tantangan yang berbeda beda ketika mereka berkembang secara fisik, kognitif, sosial, moral dan spiritual.

Guru intensional menganggap keberagaman siswa adalah sebagai kekayaan hidupnya. Guru yang intesional memandang keragaman siswa sebagai sumber daya yang kaya; mereka belajar tentang kehidupan keluarga, budaya, bahasa dan kekuatan siswa mereka, dan mereka menghargai siswa siswa sebagai individu Guru yang intensional mempelajari data dari ruang kelas mereka dan mempertanyakan praktek praktek mereka sendiri dengan menjaga diri dari kemungkinan bahwa sudut pandang mereka tanpa sengaja dapat membatasi keberhasilan siswa. Guru yang intensional menggunakan apa yang mereka ketahui tentang praktik praktik mereka sendiri dan siswa tertentu mereka untuk meningkatkan kualitas pendidikan bagi semua orang.

Guru intensional berperan sebagai perancang pengajaran  yang dengan hati hati merencanakan kemampuan kemampuan baru apa saja akan diperoleh pelajar. Guru yang intensional selalu menyatakan maksud utama suatu sasaran. Mereka selalu memikirkan perilaku perilaku indikator. Tindakan tindakan yang dapat diamati atau perilaku perilaku mental yang ditujukan kepada orang lain. Guru yang intensional mengetahui bagaimana informasi diterima, diolah, dan disimpan dalam daya ingat (memori). Mereka memperlihatkan bahwa pengajaran lebih dari pada sekedar memberitahukan, mereka membantu siswa menghubungkan informasi baru  dengan apa yang telah mereka ketahui dan mendorong siswa menerapkan informasi dalam konteks lain; membantu siswa untuk membangun pemahaman yang bertahan dan bermakna.

Menjadi seorang guru intensional tidaklah mudah. Perlu usaha dan kerja keras serta kesadaran dalam spiritualitas kasih. Tidak hanya menyeimbangkan potensi diri sebagai pendidik, tetapi juga menyelaraskan hati kepada peserta didik agar dapat melaksanakan pembelajaran dengan baik untuk tujuan baik. Memanusiakan manusia adalah tugas seorang guru intensional. Mengajar dan belajar menggunakan hati untuk mengasah kemampuan diri demi visi dan misi yang mulia sebagai wujud semangat katoliksitas yaitu pendidikan dialog antar kebudayaan di sekolah Katolik dan hidup harmoni dalam peradaban kasih. Artinya di dalam keberagaman, seorang guru intensional harus mampu menjiwai ke-katolik-an hidupnya ke dalam aplikasi nyata untuk menerima peserta didik, merangkulnya dan mengajarkannya demi tujuan luhur yang utama yaitu memuliakan Allah.
Pax Et Bonum.

(Sdr. Fransesco Agnes Ranubaya, OFS – Guru TIK SD Marie Joseph Pontianak)

No comments:

Post a Comment

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages