8 JANUARI
Beata Eurosia Fabris
02-eurosia-fabris
Eurosia Fabris dilahirkan di Quinto Vicentino, sebuah daerah pertanian, beberapa kilometer dari Vicenza di Italia, pada tgl 27 September 1866. Orang tuanya, Luigi dan Maria Fabris, adalah petani.
Pada tahun 1870, pada umur empat tahun, Eurosia bersama keluarganya pindah ke Marola, sebuah desa di daerah perkotaan Torri di Quartesolo (Vicenza). Selama sisa hidupnya dia tinggal di sana. Dia hanya dapat sekolah selama dua tahun pertama Sekolah Dasar antara 1872 dan 1874. Pada umurnya yang sangat muda itu dia terpaksa menolong orang tuanya, khususnya ibunya, dalam mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga. Namun demikian, hal itu cukup baginya untuk dapat belajar membaca dan menulis dengan pertolongan Kitab Suci atau buku-buku keagamaan, seperti Katekismus, Sejarah Gereja, Philothea dan Ungkapan-ungkapan Abadi dari St. Alfonso Liguori.
Di samping tugas-tugas rumah tangga di rumah, dia pun membantu pekerjaan ibunya sebagai penjahit pakaian. Di kemudian hari dia pun akan mengerjakan kegiatan yang sama ini. Bahkan sebagai anak-anak, dia sudah diperkaya akan kebajikan-kebajikan dan hidup kerohanian. Dia juga selalu dengan sangat penuh perhatian memenuhi hal-hal yang diperlukan oleh keluarganya.
Pada umur dua belas tahun, dia menerima komuni yang pertama. Sejak hari itu, dia selalu menerima Komuni Kudus pada semua pesta keagamaan. Ketahuilah bahwa pada jaman itu komuni harian belum menjadi kebiasaan seperti sekarang ini. Baru pada tahun 1905 Komuni harian diijinkan oleh Dekrit Sri Paus Pius X.
Eurosia bergabung dalam Asosiasi Puteri-puteri Maria dalam gereja paroki Marola, dan dengan setia dia ambil bagian dalam acara devosi-devosinya. Dengan tekun diikutinya kegiatan-kegiatan kelompok itu. Hal itu menolong dia semakin mencintai Bunda Maria. Di Marola, dia tinggal di tempat dekat tempat peziarahan Bunda Maria dari Gunung Berico.
Devosi-devosi yang sangat disukai adalah devosi pada Roh Kudus, Kanak-kanak Yesus, Salib Tuhan Yesus Kristus, Ekaristi, Santa Perawan Maria, dan Jiwa-jiwa di Api Penyucian. Dia adalah rasul kehendak baik dalam keluarganya, di antara sahabat-sahabatnya, dan dalam parokinya. Di sanalah dia mengajar katekismus kepada anak-anak dan mengajar jahit-menjahit pada anak-anak gadis yang datang ke rumahnya.
Pada umurnya yang ke delapan belas, Eurosia merupakan seorang wanita muda yang bekerja keras penuh pengabdian dan kesalehan. Kebajikan-kebajikan ini, bersama dengan kepribadiannya yang menyenangkan, tidaklah terlewatkan dari perhatian orang lain. Maka beberapa orang muda pun meminangnya untuk menikah, tetapi dia sendiri tidak merasa diri terpanggil untuk menerima semua itu.
Pada 1885, Rosina, demikianlah dia dipanggil oleh keluarganya, ditimpa oleh kejadian yang menyedihkan. Seorang wanita muda yang nikah dan diam dekat rumahnya, meninggal dunia dan meninggalkan tiga orang anak perempuan yang masih kecil-kecil. Yang sulung meninggal dunia tidak lama setelah ibunya. Dua orang anak perempuan yang lain, Chiara Angela dan Italia, masing-masing baru berumur 20 bulan, dan dua bulan. Ayah dari anak-anak itu tidak ada di rumah, pergi hidup bersama dengan paman dan seorang kakek yang menderita penyakit yang kronis. Mereka bertiga saling bertentangan dan selalu hidup dalam percekcokan.
Selama enam bulan, setiap pagi Rosina pergi merawat anak-anak itu dan mengurus rumahnya. Kemudian, mengikuti nasehat saudara saudarinya dan nasehat pastor paroki, dan setelah berdoa perihal jalinan peristiwa-peristiwa ini, dia memutuskan diri untuk menikah. Rosina mengikatkan diri dalam perkawinan dengan seseorang yang bernama Carlo Barban, dengan menyadari sepenuhnya akan pengurbanan bahwa kehidupan berumah tangga akan mengikatnya selama sisa hidupnya. Dia menerima kenyataan ini sebagai kehendak Tuhan yang dirasakannya telah memanggil dirinya menjalankan hidup baru ini melalui dua orang bayi tersebut. Pastor paroki kerap kali berkata: “Hal ini merupakan karya cinta kasih sejati penuh kepahlawanan terhadap orang lain.”
Pernikahan itu dirayakan pada 5 Mei 1886 dan, selain dua orang anak yatim piatu tadi, dia masih dianugerahi dengan sembilan orang anak lagi. Selain itu rumahnya pun selalu terbuka bagi anak-anak lain juga. Di antaranya adalah Mansueto Mazzuco, yang kemudian menjadi anggota Ordo Saudara-saudara Dina, dengan mengambil nama Sdr. Giorgio. Kepada semua anak-anak itu, “Mama Rosa”, demikianlah dia dipanggil mereka sesudah pernikahannya, memberikan kasih dan reksanya, dengan mengurbankan kebutuhan-kebutuhan pribadinya sendiri, demi pendidikan kekristenan mereka yang utuh. Antara tahun 1918 – 1921, tiga orang anaknya ditahbiskan menjadi imam: dua orang Praja dan seorang Fransiskan (Pater Bernardino), yang kemudian akan menjadi penulis riwayat hidupnya yang pertama.
Begitu menikah, dia rengkuh sepenuhnya kewajiban-kewajiban perkawinannya: selalu menunjukkan cinta dan hormat yang paling besar pada suaminya dan dia pun menjadi penasehat dan orang kepercayaannya. Dia memiliki cinta yang mesra pada semua anak-anaknya. Dia adalah seorang pekerja keras dan pribadi yang dapat diandalkan untuk memenuhi tugas kewajibannya.
Mama Rosa dengan tekun menjalani hidup doa. Hal ini jelas nyata dalam devosinya yang besar pada cinta Tuhan, Ekaristi Kudus dan Bunda Maria yang terberkati. Seperti seorang wanita kuat yang terdapat dalam Kitab Suci, dia menjadi harta karun sejati bagi keluarganya. Dia tahu mengatur belanja keluarganya dan sekaligus melaksanakan karya cinta kasih yang besar kepada orang-orang miskin. Dia pun membagikan rotinya sehari-hari kepada mereka itu. Dia merawat orang sakit dan terus menerus membantu mereka. Sewaktu suaminya pada akhir hidupnya menderita sakit, dia memperlihatkan kekuatan yang luar biasa. Suaminya pun meninggal dunia pada 1930.
Mama Rosa menjadi anggota Ordo Ketiga Fransiskan, yang sekarang ini dikenal dengan Ordo Fransiskan Sekular. Dengan setia dihadirinya semua pertemuan, dan di atas semuanya itu diusahakannya, di tengah kerja dan doa hariannya, hidup seturut semangat kemiskinan dan kegembiraan Fransiskan sejati dalam rumahnya. Dia bergaul secara santun dengan setiap orang dan memuji Tuhan sebagai Pencipta dan sumber segala kebaikan dan pemberi segala pengharapan.
Rumah keluarga Mama Rosa merupakan sebuah komunitas katolik yang ideal. Anak-anaknya diajarinya berdoa, bersikap taat, dan hormat pada kehendak Tuhan, dan melakukan kebajikan-kebajikan kristiani. Dalam panggilannya sebagai seorang ibu Katolik, Mama Rosa mempersembahkan dan menghabiskan dirinya hari demi hari, bagaikan sebuah dian yang menyala terang benderang pada altar cinta kasih. Dia meninggal dunia pada 8 Januari 1932 dan dimakamkan dengan pengharapan akan kebangkitan, dalam gereja di Marola.
Proses kanonik beatifikasi dan kanonisasi dimulai pada 3 Februari 2005 di Kuria Diosesan dari Padua, sesudah dilalui berbagai kesulitan dan salah paham di antara bermacam-macam orang ahli hukum kanonik yang mencoba mengangkat perkara ini.
Mama Rosa adalah contoh, model dari kekudusan yang terdapat dalam kehidupan Katolik sehari-hari yang biasa. Tiga orang anaknya yang menjadi imam didorong dan diperkuat dalam panggilan mereka oleh contoh kesuciannya. Dia dinyatakan sebagai Yang Patut Dihormati (Venerabilis) pada 7 Juli 2003 oleh Sri Paus Yohanes Paulus II yang mengakui kebajikan-kebajikannya yang khas dan penuh kepahlawanan. Paus Pius XII menghendaki bahwa kehidupan wanita luar biasa ini, dikenal di antara keluarga-keluarga Katolik jaman kita sekarang ini.
(Diterjemahkan oleh Sdr. Alfons S. Suhardi, OFM)
No comments:
Post a Comment