(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan III Prapaskah – Sabtu, 10 Maret 2018)
Kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus menyampaikan perumpamaan ini. “Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai. Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezina dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku. Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul dirinya dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah sedangkan orang lain itu tidak. Sebab siapa saja yang meninggikan diri, ia akan direndahkan dan siapa saja yang merendahkan diri, ia akan ditinggikan. (Luk 18:9-14)
Bacaan Pertama: Hos 6:6:1-6; Mazmur Tanggapan: Mzm 51:3-4,18-21
Bayangkan situasi yang digambarkan Yesus dalam perumpamaan-Nya ini. Waktu berdoa sang pemungut cukai berdiri di belakang orang-orang lain, dengan kepala tertunduk dan mata yang memandang ke bawah dengan tangan yang memukul-mukul dadanya, karena dia sadar akan ketidaklayakannya. Dirinya dipenuhi rasa penyesalan mendalam dan dia datang ke Bait Allah untuk berdamai dengan Allah dan mohon pengampunan dari-Nya. Di depannya berdirilah seorang Farisi, seorang pengunjung tetap Bait Allah. Orang Farisi ini jelas “merasa nyaman dan senang” dengan dirinya sendiri dan dia mengharapkan Allah juga senang. Sebagai doanya orang Farisi ini mempersembahkan segala hal yang telah dicapainya dalam bidang kerohanian. Dia berterima kasih kepada Allah bahwa pekerjaannya telah menempatkan dirinya di atas orang-orang lain – teristimewa di atas sang pemungut cukai yang penuh dosa itu.
Akan tetapi Yesus mengatakan bahwa juga sang pemungut cukai itulah yang pulang ke rumah sebagai orang yang dibenarkan Allah (Luk 18:14). Apa yang membuat Yesus begitu senang pada “orang berdosa” ini?
Seperti anda masih ingat, sekali peristiwa ketika Yesus dikritik karena Dia makan dan minum bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa, Yesus mengatakan bahwa bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit (Luk 5:31-32). Tentunya ada begitu banyak yang sakit secara rohani dan sungguh membutuhkan pertolongan Yesus. Akan tetapi hanya mereka yang rendah hati dan datang dengan hati yang penuh penyesalan akan mengenali dan mengakui dosa-dosa mereka. Orang-orang seperti orang Farisi itu memandang diri mereka sehat secara rohani – dan semua itu dicapai melalui upaya mereka sendiri! Mereka berada dalam bahaya terkena penghakiman Allah karena mereka percaya bahwa upaya-upaya mereka telah membuat mereka layak di mata Allah. Mereka gagal melihat kekosongan rohani dalam diri mereka, dengan demikian tidak melihat adanya kebutuhan akan rahmat dan kerahiman Allah.
Bagaimana dengan kita sendiri? Apakah kita memandang diri kita sebagai pendosa yang sangat membutuhkan rahmat dan pengampunan Allah? Ataukah kita memandang diri kita begitu sucinya dan selalu benar di mata Allah (apalagi karena kolekte kita setiap kali bukanlah kecil-kecilan) sehingga hanya memerlukan perbaikan karakter sedikit saja dan sesekali saja?
Memang kelihatannya aneh bahwa kita menjadi sehat justru ketika kita mengakui adanya kebutuhan kita, tetapi memang inilah jalan satu-satunya. Kalau kita mengandalkan diri sepenuhnya pada Kristus dan bukan pada kebaikan-kebaikan menurut persepsi kita sendiri, maka kita dapat sampai kepada suatu kesadaran bahwa “jika aku lemah, maka aku kuat” (2Kor 12:10). Sebaliknyalah yang akan terjadi kalau kita menaruh kepercayaan sepenuhnya pada kemandirian kita.
Dalam Perayaan Ekaristi Kudus, teristimewa pada masa Prapaskah yang penuh rahmat ini, perkenankanlah darah Yesus membasuh kita dan memenuhi kita dengan kerahiman-Nya. Dengan penuh kerendahan hati marilah kita mengakui dosa-dosa kita, seraya percaya bahwa Allah akan sangat senang dalam mengangkat kita dan mengirim kita pulang ‘dibenarkan’ oleh-Nya.
DOA: Tuhan Yesus, kasihanilah aku karena aku sungguh sangat membutuhkan-Mu. Aku melihat dosa-dosaku dan mau dilepaskan dari dosa-dosa itu selamanya. Bersihkanlah aku ya Tuhan, agar aku dapat melakukan kehendak-Mu. Aku cinta pada-Mu, ya Tuhan Yesus. Amin.
Catatan: Untuk mendalami bacaan Injil hari ini (Luk 18:9-14), bacalah tulisan yang berjudul “DOA YANG DIBENARKAN OLEH ALLAH” (bacaan tanggal 10-3-18) dalam situs/blog PAX ET BONUM http://catatanseorangofs.wordpress.com; kategori: 18-03 PERMENUNGAN ALKITABIAH MARET 2018.
(Tulisan ini bersumberkan sebuah tulisan saya pada tahun 2010)
Cilandak, 8 Maret 2018
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS
Post Top Ad
Responsive Ads Here
Saturday, March 10, 2018
DIBENARKAN OLEH ALLAH
Tags
# Renungan
# Sang Sabda
Share This
About Frater Fransesco Agnes Ranubaya
Sang Sabda
Labels:
Renungan,
Sang Sabda
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Post Bottom Ad
Responsive Ads Here
Author Details
Fr. Fransesco Agnes Ranubaya, Pr adalah seorang calon imam diosesan Keuskupan Ketapang. Sebelum memutuskan sebagai calon imam diosesan, Fr. Fransesco merupakan Anggota OFS Regio Kalimantan dari Persaudaraan St. Conradus sebagai profesi. Saat ini bertugas sebagai mahasiswa di STFT Widya Sasana Malang dan bertempat tinggal di Seminari Tinggi Interdiosesan San Giovanni XXIII Malang. Pace e bene.
No comments:
Post a Comment