Transitus dan Pesta Keluarga Fransiskan Fransiskanes Pontianak 2017 - ORDO FRANSISKAN SEKULAR

OFSREGKAL

OFS - Ordo Fransiskan Sekuler - Ordo Ketiga Fransiskan

ORDO FRANSISKAN SEKULAR REGIO KALIMANTAN

download+%25284%2529

Home Top Ad

Post Top Ad

Wednesday, October 04, 2017

download%2B%25284%2529

Transitus dan Pesta Keluarga Fransiskan Fransiskanes Pontianak 2017

Responsive Ads Here
Allahku dan segala[nya]ku (Deus Meus et Omnia), demikian penggalan doa Santo Fransiskus Assisi yang begitu mendalam ketika ia berada di La Verna sebagaimana yang didengar oleh saudaranya Bernardus dari Quintavalle. Sebagian penggalan pengaku iman nan rendah hati yang sangat mendalam akan cinta kasih kepada Tuhan Yesus Kristus. Seakan cinta itu begitu lekat, dan keinginan kuat Fransiskus secara rohaniah untuk bersatu sebagai anak-Nya membuat luka-luka Kristus termeterai di tubuhnya. Fransiskus masih hidup dua tahun lagi sejak menerima stigmata di La Verna. Ketika dia meninggalkan bukit itu, penyakit trakhoma yang telah dideritanya semakin menjadi-jadi. Dia pun minta untuk dibawa ke San Damiano, kemudian diam di sebuah gubuk dekat biara yang ditempati Santa Klara. Di sana Fransiskus selama lima puluh hari mengalami kegelapan fisik dan rohani. Dia mengalami apa yang dirasakan Yesus ketika Dia berseru dari kayu salib: “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku (Mat 27:46; bdk. Mark 15:34). Fransiskus merasakan bahwa dia dibuang oleh ‘Kekasih Ilahi-nya’, yang rangkulan mesra-Nya dia rasakan begitu total di bukit La Verna dua tahun sebelumnya. 

Fransiskus yang merasakan bahwa Saudari Maut (badani) sudah berada begitu dekat, kemudian ingin lepas dari jubah yang dikenakannya. Dia mau mati seperti Yesus yang juga tidak mengenakan apa-apa. Lalu dia minta untuk diletakkan di atas lantai tanpa alas, agar dapat menyerupai Kristus di kayu salib yang sedang menghadapi maut. Fransiskus kemudian minta kepada para saudara dina yang sedang menangis sedih dan meratapinya itu untuk membacakan baginya kisah sengsara Tuhan Yesus Kristus dari Injil Yohanes. Maksudnya adalah agar penderitaan Juruselamat kita ada dalam pikiran dan hatinya sampai nafasnya yang terakhir. Lalu, dengan tangan-tangannya yang menyilang di dada, dia memberkati semua anak-anak rohaninya. Dia mulai mendaras Mazmur Daud bersama anak-anak rohaninya itu: “Dengan nyaring aku berseru-seru kepada TUHAN, dengan nyaring aku memohon kepada TUHAN”, dan menyelesaikan mazmur itu sampai akhir: “Orang-orang benar akan mengelilingi aku, apabila Engkau berbuat baik kepadaku” (Mzm 142:2-8; lihat 1Cel 109; LegMaj XIV:5).

Perhatikanlah stanza dari ‘Nyanyian Saudara Matahari’ atau ‘Puja-pujian Makhluk-makhluk’ berikut ini: “Terpujilah Engkau, Tuhanku, karena Saudari Maut badani, daripadanya tidak akan terluput insan hidup satu pun” (Nyamat 12). Menurut Sdr. Murray Bodo, Fransiskus menambahkan stanza ini pada saat-saat menjelang kematiannya. Stanza ini mengungkapkan betapa Fransiskus menerima kenyataan kematian badani secara mendalam, yang tidak dapat terjadi secara mendadak pada saat kematian. Fransiskus telah merangkul Saudari Maut (badani) jauh-jauh hari sebelum mengungkapkan penerimaannya dalam bentuk kata-kata. Seorang Fransiskus dari Assisi dapat berucap “Selamat datang, Saudari Maut badani’ dengan begitu lugu dan lugas. Sungguh suatu hal yang patut kita renungkan terus-menerus, khususnya sebagai anggota keluarga besar Fransiskan yang pada suatu hari kelak juga secara pribadi akan berhadap-hadapan dengan Saudari Maut (badani) itu. 

Transitus yang telah menjadi tradisi Fransiskan sejak awal lahirnya hingga saat ini. Khususnya bagi Keluarga Fransiskan yang berada di Pontianak, berkumpul dan bersama-sama melaksanakan ibadat transitus untuk merenungkan kematian sang bapa serafik yang setia hingga saudari maut menjemput jiwanya kepada Bapa. Transitus dengan peragaan oleh saudara Kapusin diikuti ibadat dan lantunan lagu khas Fransiskan membawa perenungan mendalam. Para saudari-saudara Fransiskan larut dalam refleksi akan cinta kasih Allah kepada sang Santo. Begitu besar akan cinta kasihnya kepada manusia, hingga Allah memberikan putera-Nya yang tunggal agar manusia tidak binasa melainkan hidup kekal. Jalan ini diikuti oleh Santo Fransiskus Assisi melalui kematian badaniah menuju hidup kekal dengan menerima saudari maut, sang penghubung manusia kepada Allah. 

Tak lama bersedih, Fransiskus berbahagia menyambut saudari maut. Tidak sepatutnya kita bersedih sebab dalam imannya, Fransiskus yakin bahwa melalui saudari mautlah ia akan sampai kepada Bapa yang didambakannya sejak ia memutuskan hubungan tali jasmaniah manusianya menjadi terikat pada Bapa. Pesta diselenggarakan untuk mengenang bahagianya Sang Bapa Serafik kembali pada pangkuan Bapa.  “Aku telah melakukan apa yang harus kulakukan; semoga Kristus mengajarmu apa yang harus kamu lakukan selanjutnya” (LegMaj XIV:3). Pesta para Fransiskan digelar dengan ungkapan syukur, diwarnai ekaristi dan pentas seni yang disuguhkan oleh para saudara. Hendaknya persaudaraan semakin terjalin melalui kegiatan-kegiatan sukacita ini. Memang, umumnya manusia akan bersedih karena ditinggalkan oleh orang yang kita cintai. Namun bagi Fransiskan, iman kepada Kristus mengarahkan kepada kita untuk bersukacita bagi arwah-arwah orang beriman yang kembali ke sisi Bapa. Selamat pesta! Pace e bene.

Dokumentasi:
IMG_2518

IMG_2529

IMG_2590

IMG_2593

_MG_1915

_MG_1918

_MG_1925

_MG_1937

_MG_1956

_MG_1958

_MG_1970

_MG_1975

_MG_1980

_MG_2003

No comments:

Post a Comment

Post Bottom Ad

Pages

Contact Form

Name

Email *

Message *