KESOMBONGAN ROHANI - ORDO FRANSISKAN SEKULAR

ORDO FRANSISKAN SEKULAR

OFS - Ordo Fransiskan Sekuler - Ordo Ketiga Fransiskan

ORDO FRANSISKAN SEKULAR REGIO KALIMANTAN

test banner

Breaking

Home Top Ad

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Friday, August 28, 2015

KESOMBONGAN ROHANI

"Jawab Yesus kepada orang-orang di situ: "Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu! Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat.  (Luk 13:24)"

Pernah terbayangkan di benak kita secara pribadi mengenai sosok seorang yang sombong. Kita dapat membayangkan seorang laki-laki ataupun perempuan yang dengan beraninya mengakui dirinya sebagai orang yang serba bisa dan serba ada. Apapun yang dilakukan orang lain selalu dianggapnya salah. Kita biasa sering menyebut penyakit rohani ini sebagai tinggi hati. Ketika seseorang menjadi angkuh dan arogan, di sini akar permasalahan pun tiba. Sikap deasosiatif bermunculan sehingga hubungan sosial individu tersebut di masyarakat menjadi tidak baik.

Kesombongan berakar dari hati. Tidak ada orang sombong sejak ia dilahirkan. Biasanya pengaruh keluarga, sosial, jabatan dan strata sosial adalah yang dominan menyebabkan kesombongan. Segala pendapat akan dipatahkan, segala kebijaksanaan akan diremukkan oleh orang yang sombong. Mereka tidak taat pada aturan yang dibuat dan cenderung berlaku sesuai dengan kehendak hatinya sendiri. Ia melihat segalanya dari kacamata diri sendiri. Jelas, untuk berhubungan dengan pribadi ini sulit sekali mencapai kesepakatan.

Tidak jauh berbeda dengan kesombongan rohani. Ia merasa sangat sangat sangat dekat dengan Tuhan sehingga apapun pendapat orang akan tetap salah, dan ia 'benar' oleh pembenarannya sendiri. Sikap terlalu religius berlebihan yang mengarahkan diri pada fanatisme yang over.  Terlalu merasa sukses dibandingkan orang di sekelilingnya, sedikit demi sedikit membuat orang menjadi sombong. Representasi buah pikiran yang kebetulan 'menjadi nyata' dianggapnya sebagai sikap prediktif yang selalu memiliki realibilitas dan kontinyu. Ini baik jika dalam kadar syukur yang cukup. Jika berlebihan, nampak jelas syukur itu akan bergandengan dengan ke-Aku-an diri bukan lagi rahmat keilahian atas hidupnya. Semakin manusia menjadi individualisme di dalam kesosialannya, ia juga akan menjadi arogan.

Banyak-banyaklah mendekatkan diri pada Tuhan di dalam sikap terbuka dan kasih bagi sesama. Tidak cukup untuk menyelami diri sendiri tanpa keluar dari permukaan dan bersikap egosentris. Toleransi akan buah pikiran dari paradigma berbeda, bisa jadi solusi tepat dalam meredam kesombongan rohani yang terjadi. Keterbukaan dan sederhana dalam menyikapi hal kecil yang tidak dibesar-besarkan, mampu melahirkan solusi bijak yang dapat dinikmati bersama-sama. Indahlah sabda yang boleh kita dengar. Yang tinggi akan direndahkan, dan yang rendah akan ditinggikan. Merubah paradigma egosentris tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Menjadi sosialis mutlak memerlukan power yang tidaklah kecil. Dalam praktisnya, semua orang dapat menjadi bijak selama diri memutuskan bahwa hidup ini kita tidaklah sendiri. Pererat hubungan antara kita dan pencipta, dan hubungan horison antarciptaan-Nya. Niscaya, semakin merendahlah hati laksana bulir padi yang berisi, semakin merunduklah dia.

PAX ET BONUM
(Sdr. Fransesco Agnes Ranubaya, OFS)

No comments:

Post a Comment

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages