SANTO BENEDIKTUS ORANG MOOR - ORDO FRANSISKAN SEKULAR

ORDO FRANSISKAN SEKULAR

OFS - Ordo Fransiskan Sekuler - Ordo Ketiga Fransiskan

ORDO FRANSISKAN SEKULAR REGIO KALIMANTAN

test banner

Breaking

Home Top Ad

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Sunday, January 12, 2014

SANTO BENEDIKTUS ORANG MOOR

3 April
St. Benediktus – Orang Moor
1526-1489

RIWAYAT HIDUPNYA
Kedua orang tua St. Benediktus adalah orang-orang Negro dari Afrika, yang telah dibawa sebagai budak belian ke San Fratello, sebuah desa di Sicilia. Di sana mereka memeluk iman Katolik dan memberikan contoh kehidupan dengan menjalankan semua kewajiban mereka, sehingga tuannya memberikan status bebas, sebagai orang merdeka, kepada anak laki-laki mereka yang tertua, Benediktus. Sejak mudanya Benediktus menjalani hidupnya dalam takut kepada Tuhan. Dia keras terhadap tubuhnya, tidak hanya dengan pekerjaan yang terus menerus, tetapi juga dengan berbagai macam matiraga. Dia melayani bekas tuannya itu untuk memperoleh nafkah dan menabung. Setelah tabungannya mencukupi, dia membeli sepasang sapi dan dengan sapi itu dia membajak tanah sebagai pekerja harian. Karena kulitnya yang hitam dan asal usulnya yang rendah itu, dia sering diejek dan dihinakan oleh sesama pekerja. Dia pun semakin menjadi akrab dengan beberapa petapa yang mengikuti anggaran dasar St. Fransiskus. Hidup mereka sedemikian menarik dirinya, sehingga dia menjual harta miliknya yang sedikit itu, memberikan semuanya kepada orang miskin, dan lalu menjalani hidup petapa di dekat Palermo. Dia menjalani hidup sedemikian ini dengan cara hidup yang penuh kebajikan dan matiraga, sampai dia mencapai umur 40 tahun. Kemudian dikeluarkanlah perintah oleh Paus Pius IV, supaya semua petapa yang mengikuti anggaran dasar St. Fransiskus hendaknya menggabungkan diri dengan salah satu biara dari Ordo Fransiskus itu. Dengan segera Benediktus pergi ke biara dari Saudara-saudara Dina di Palermo dan di sana dia melanjutkan praktek-praktek hidup kesalehannya, di samping pekerjaannya yang berat yang dengan gembira dia terima. Mengikuti contoh dari Bapa Kudus St. Fransiskus, dia melakukan puasa empat puluh hari sebanyak tujuh kali setahun. Dia hanya tidur beberapa jam setiap hari, dan berbaring langsung pada lantai. Jubah yang dikenakan pun sangatlah kasar. Kemiskinan dan kemurnian dia cintai dan laksanakan dengan amat teliti dan saksama.

Karena dia menjadi contoh bagi semua saudara di biara itu, maka dia pun dipilih menjadi pimpinan, kendati dia hanya seorang saudara awam tanpa pendidikan sekolah. Contohnya yang suci, kasihnya yang sederhana dan penyangkalan dirinya telah membuahkan bahwa tidak ada seorang pun yang menolak dia menempati kedudukannya sebagai pimpinan, malahan dia sangat dihormati oleh semua orang dan penghuni biara itu sangatlah maju dalam keutamaan mereka selama masa pelayanan saudara Benediktus itu. Setelah masa pelayanannya itu berakhir, dia pun kembali pada tugas-tugasnya di dapur dengan kegembiraan yang lebih besar daripada sebelumnya, ketika dia menerima tugasnya sebagai atasan.

Pada umur 63 tahun, dia diserang penyakit berat. Dia pun tahu bahwa akhir hidupnya sudah tiba. Dengan hormat yang mendalam, diterimanya Sakramen Gereja yang terakhir dan dia pun meninggal dunia pada 4 April 1589, pada jam yang telah dia katakan sebelumnya. Beberapa tahun kemudian jenazahnya ditemukan tidak bercacat, masih utuh, dan menebarkan aroma yang harum semerbak. Penghormatan terhadap saudara ini segera merebak dari Palermo ke seluruh Italia, Spanyol dan Portugal, bahkan sampai ke Brasilia, Mexico dan Peru. Paus Benediktus XIV menyatakan dia sebagai beato dan Pius VII menempatkan dia pada jajaran orang kudus pada tahun 1807

TUHAN TIDAKLAH PILIH KASIH TERHADAP SESEORANG
1. Perhatikanlah, bahwa dalam diri St. Benediktus, sekali lagi dibuktikan apa yang begitu sering dinyatakan dalam Kitab Suci bahwa Tuhan tidak kenal pilih kasih. Benediktus adalah seorang Negro, anak seorang budak belian, tetapi, karena dia adalah hamba Tuhan sejati, maka Tuhan menganugerahkan kepadanya rahmat yang berlimpah, dan memuliakannya di seantero Gereja. Bila engkau kebetulan berada pada tempat yang rendah, pribadi yang tidak menarik dan menerima sedikit perhatian dari orang sekitar, janganlah hal itu mencampakkan kamu. “Setiap orang dari bangsa mana pun (dan pada posisi mana pun) yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran, berkenan kepada-Nya.” (Kis 10:35)

2. Renungkanlah, bahwa kedudukan tinggi seseorang tidaklah berarti dalam pandangan Tuhan: itu justu mengakibatkan perhitungan yang lebih ketat. Seorang Katolik, karena itu, bila dia memperoleh kekuasaan dan penghormatan, harus lebih lagi takut pada Tuhan sesuai dengan kedudukannya itu. Demikianlah St. Paulus mendorong para tuan bersabar menghadapi anak buahnya, ketika dia berkata: “Tuhannya adalah juga Tuhanmu” (Ef 6:9): dan dia mengingatkan orang-orang yang berkuasa terhadap tindakan kejahatan, ketidak-adilan, karena “Barangsiapa berbuat kesalahan, ia akan menanggung kesalahannya itu” (Kol 3:25). – Telah pernahkah engkau kiranya membiarkan dirimu terseret menjadi kurang takut pada Allah, karena kamu kebetulan sedang berada pada posisi berkuasa?

3. Renungkanlah bahwa sebagaimana pada Tuhan, hendaknya pada kita, bahwa janganlah orang pandang-bulu pada orang lain. Sesungguhnyalah, kita harus memberikan hormat kepada setiap orang seturut panggilan dan posisinya: “hormat kepada orang yang berhak menerima hormat”, kata sang Rasul (Rom 13:7). St. Fransiskus pun menuliskan bagi para pengikutnya, “bahwa mereka hendaknya mendekati setiap orang dengan santun sebagaimana layaknya.” Tetapi bila terdapat soal keselamatan jiwa-jiwa atau kemurnitan suara hati, orang tidak boleh membiarkan dirinya dipengaruhi oleh kedudukan seseorang atau oleh kekuatan dunia mana pun, untuk bergeser barang sejari pun dari jalan yang benar. Kita pun jangan menghinakan seseorang karena kedudukannya yang tidak penting atau penampilannya yang tidak indah; di bawah bajunya yang sederhana itu seringkali berdeguplah sebuah hati keemasan. Sebagaimana Tuhan “menjadikan yang kecil dan yang besar, dan semua dipelihara oleh-Nya dengan cara yang sama.” (KebSal 6:7), demikian juga kita haruslah memberikan cinta kita kepada semua orang, karena semua orang itu adalah saudara-saudara dalam pandangan Bapa. Semoga Tuhan yang Mahakuasa menganugerahi kita di antara anugerah-anugerah-Nya, juga rahmat dari cinta yang universal ini!

DOA GEREJA
Ya Allah, yang sungguh telah memperkaya St. Benediktus, Pengaku-iman-Mu, dengan anugerah-anugerah surgawi, dan telah mengizinkan dia dimuliakan di dalam Gereja dengan tanda-tanda dan kebajikan-kebajikan yang menakjubkan, kami mohon kepada-Mu, perkenankanlah kami pun boleh menerima kebaikan-kebaikan-Mu berkat jasa dan pengantaraan St. Benediktus itu. Demi Kristus Tuhan kami. Amin.


Sumber: The Franciscan Book of Saints, ed. by Marion Habig, ofm., © 1959 Franciscan Herald Press.  Diterjemahkan oleh: Alfons S. Suhardi, OFM

No comments:

Post a Comment

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages