eMKa : MINDFUL PARENTING - ORDO FRANSISKAN SEKULAR

ORDO FRANSISKAN SEKULAR

OFS - Ordo Fransiskan Sekuler - Ordo Ketiga Fransiskan

ORDO FRANSISKAN SEKULAR REGIO KALIMANTAN

test banner

Breaking

Home Top Ad

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Monday, November 23, 2015

eMKa : MINDFUL PARENTING

eMKa : Mindful Parenting
Mendidik anak bukanlah hal yang mudah. Terkadang orang tua mengalami masa jatuh bangun ketika mendidik anak-anak mereka. Apalagi anak-anak yang sudah mulai beranjak dewasa. Mula-mula pemberontakan kecil terjadi hingga sikap melawan yang kadang tanpa disadari entah siapa yang mengajarinya. Orang tua cenderung menyalahkan lingkungan di luar rumah sebagai penentu utama dalam membentuk karakter anak yang kurang baik. Namun jika kembali pada asal muasal mengapa karakter buruk tersebut terjadi, ternyata hal ini tidak lain dan tidak bukan karena akibat didikan yang salah dari orang tuanya sendiri. Melalui komunitas eMKa(dibaca: emka) dengan pembicara dari pakar pola asuh (parenting) yang berkesadaran atau biasa disebut sebagai mindful parenting yang dibawa langsung oleh Ibu Melly Kiong di Hotel G yang berada di Pontianak. Dihadiri oleh berbagai instansi dan kalangan tokoh sosial mulai dari pendidikan hingga yayasan amal turut hadir dalam seminar eMKa tersebut. 

Pertama-tama Ibu Melly Kiong memperkenalkan diirnya dan komunitas eMKa. Ibu Melly adalah putri Kalimantan Barat yang lahir di Singkawang tahun 1969. Ia berasal dari keluarga yang sangat sederhana. Kalau bicara soal Singkawang, rata-rata orang selalu menganggap cewek Singkawang atau amoi Singkawang dengan konotasi negatif. “Hari ini, ada amoi Singkawang yang berbeda,” tegasnya. Sambil berkaca-kaca ia menceritakan kisah hidupnya, keluarganya dan perjalanan hingga bisa mendirikan komunitas eMKa. “Saya memilih marga dari mama saya,” ungkapnya. Ia memilih nama mama, karena selama ini mama adalah inspirasi baginya. “Melalui mama, saya berkomitmen untuk mendidik anak-anak saya.” Ibu Kiong yang fasih berbahasa Melayu ini mengatakan bahwa akar dari berbagai masalah adalah kemiskinan. Keluarganya harus hidup mandiri tanpa ayah sejak kecil. “Papa meninggal di usia 49 tahun dan meninggalkan kami 7 bersaudara dan mama yang mencari nafkah untuk kami,” ungkapnya kepada audiens. Karena kemiskinan itulah, satu per satu saudara diambil keluarga di Jakarta. Keadaan kadang membuat sang mama merasa emosi, dan ketika Melly kecil bertanya, sang mama memukulinya dengan rotan. Namun Ibu Melly Kiong menganggap hal itu sebagai cara mama mendidik saya. Dan dari situlah komitmennya untuk mendidik anak lebih baik lagi dan tidak mau mengulangi masa lalu.

Sebelum komunitas eMKa terbentuk, ibu Melly Kiong selalu mengamati terjadinya tindak kekerasan terhadap anak. Ia melihat orang tua yang menitipkan anaknya di Mall dan seringkali terjadi kekerasan di sana. Kemudian ibu Melly tersentuh dan mencari rekan-rekan yang memiliki satu visi untuk menanggulangi tindakan kekerasan terhadap anak. Rata-rata ketua dari eMKa adalah seorang ibu rumah tangga. Salah satunya adalah ibu Elis Pirus, ketua eMKa yang berada di Pontianak. Ibu Elis menawarkan diri pada ibu Melly dengan pertanyaan,”Apakah yang dapat saya lakukan?” Ibu Melly dengan senang hati, dan melihat ibu Elis sebagai figur yang tepat untuk memimpin eMKa yang berada di Pontianak. 
eMKa sendiri berasal dari kepanjangan Menata Keluarga. Komunitas ini terdiri dari keluarga yang menyadari betapa pentingnya peran di dalam keluarga beserta pendidikan keluarga. Ibu Melly terinspirasi dari sebuah film yang berjudul Little House on the Prairie. Film tersebut menggambarkan sebuah keluarga kecil yang selalu hidup bahagia. Bagaimana caranya bisa menerapkan pola didik demikian pada keluarga-keluarga kita. Ibu Melly mengatakan bahwa meskipun ia bekerja di kantor, tapi tetap saja pendidikan keluarga berada di pundak seorang ibu. Buah komitmennya sejak kecil menghasilkan anak-anak yang sangat sopan. Terbukti, orang-orang di sekelilingnya selalu bertanya dalam hati,”Kok anak Kiong itu sangat sopan?” Sepuluh tahun, ternyata tidaklah sia-sia. Banyak orang mengatakan bahwa seorang anak itu menjadi nakal, karena ibunya bekerja. Bagi ibu Melly hal itu tidaklah benar sepenuhnya. Kualitas didikan anak lebih dibutuhkan walau tidak memiliki waktu yang panjang. 

Dua bulan lalu, Menteri Pendidikan Bapak Anies Baswedan membentuk sebuah Direktorat baru yaitu Direktorat Pendidikan Keluarga. Ibu Melly Kiong diutus untuk melakukan studi banding di Singapura. Kita berpikir, negara Singapura adalah negara yang berkembang tapi soal pendidikan keluarga apakah Singapura berhasil; ternyata tidak. Pemerintah Singapura gagal mendidik rakyatnya. Orang Singapura cenderung menitikberatkan kesuksesan anak-anak mereka melalui model 5 C yaitu condominium (apartemen), car (mobil), credit card (kartu kredit), club (komunitas), cent (digit bayaran). Seorang warga Singapura dikatakan sukses jika indikator di atas terpenuhi. Namun ketika diukur melalui index happiness, ternyata Singapura menjadi salah satu masyarakat yang tidak bahagia. “Ada dua hal yang ditakutkan oleh orang Singapura; Kia Su (takut kalah) dan Kia Si (takut mati),” tuturnya. 

Mindful Parenting merupakan salah satu solusi menjawab keluhan keluarga dalam mendidik anak. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar pola didik tersebut efektif dan berhasil. Mindful Parenting yg artinya “Mengasuh berkesadaran” dimana mengacu pada kesadaran orang tua dalam mengasuh yang mengacu pada konsep yang berkesadaran, eling dari pikiran, ucapan dan perilaku yang kurang pantas. Orangtua yang memiliki kesadaran dalam mengasuh putra putrinya agar menjadi pribadi-pribadi yang unggul. Konsep pengasuhan ini sebenarnya sangat mudah untuk diadopsi jika orang tua memiliki perhatian yang benar dan sadar menerima pengalaman saat ini ( present moment),  sehingga orangtua bisa memadukan antara pendengaran dan perhatian penuh. Hasil akhir dari sebuah proses pengasuhan berkesadaran ini adalah membangun hubungan yang aman antara orangtua dan anak. ( Siegel dan Hartzell 2003). 

Harus ada kerja sama yang baik antara orang tua dan anak. Peran guru sebagai orang tua kedua juga sangat penting namun tidak terlepas dari peran orang tua. Orang tua harus mempercayakan anak-anak mereka dididik oleh sekolah. Namun pada prakteknya, orang tua cenderung memperlakukan anak bertolak belakang dari apa yang diajarkan oleh sekolah. Misalkan, di sekolah anak-anak diajarkan untuk makan sendiri, tetapi di rumah anak makan malah disuap. Sehingga, anak-anak akan menjadi bingung, sebenarnya apa yang harus dilakukan dan benar bagi mereka. Akibat pola asuh yang salah, anak-anak akhirnya mencari jati diri di luar pada akhirnya ia diterima oleh lingkungan; lingkungan itulah yang mengambil alih peran orang tua. Berhubungan dengan dampak yang luas, BNN mencatat terdapat sekitar 4,3 juta pengguna narkoba dan 200.000 orang akan direhabilitasi. Tak jarang akibat dari pola didik di dalam keluarga, anak-anak mencari jati diri di luar rumah. “Rumah yang harusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman malah menjadi tempat yang sangat tidak disukai,” kata Ibu Melly Kiong dari survei yang ia peroleh terhadap anak-anak.

Terdapat beberapa sahabat yang ikut menjadi saksi, betapa pola asuh yang salah dapat membawa anak kepada lingkungan yang tidak benar. Salah satunya adalah Okta dan Eta;suami istri dan saudara Hendra yang aktif dalam membantu korban narakoba dalam rehabilitasi. Hendra dahulu juga adalah seorang pemakai narkoba, namun tekat yang besar dan demi anak yang ia cintai bersama istri, ia melepas barang haram tersebut dan berkomitmen membantu teman-teman yang berjuang keluar dari narkoba. Hendra menggunakan Narkoba berawal dari lingkungan yang selalu menghina keluarganya. Ia sering berkelahi dan bergabung sebagai preman agar orang sekitar menjadi takut. Di  dalam proses itulah akhirnya, ia terjerumus ke dalam rokok hingga Narkoba. Senada dengan itu, Saudara Okta yang mengenal ganja sejak umur 13 tahun memiliki keluarga yang sering berseteru. Akhirnya ia keluar rumah dan lingkungan mengambilnya. Begitu pula dengan Eta, istri dari saudara Okta yang berasal dari keluarga yang berada namun orang tua begitu over protective sampai-sampai cita-cita harus ditentukan oleh orang tua. Akhirnya di umur 22 tahun, ia mengenal sabu-sabu. Kini, mereka bergabung bersama Bapa Firdaus Sembiring di Yayasan Rumah Kasih Serambi Salomo merehabilitasi teman-teman yang telah terlanjur menggunakan narkoba dan ingin berhenti dari barang tersebut. 

Didikan yang tepat dan benar adalah hal yang sangat penting bagi tumbuh kembang anak. Tidak semata-mata menyalahkan orang tua sebagai penyebab terjadinya pemberontakan pada anak. Namun peran orang tua sangat diperlukan agar anak tidak keluar dari jalur yang seharusnya. Anak-anak perlu bimbingan yang tepat dengan cara yang tepat pula. Pola asuh yang diharapkan adalah pola kesadaran betapa pentingnya peran orang tua baik ayah maupun ibu dalam membentuk karakter anak. Melalui komunitas eMKa Land inilah, kita dapat belajar melalui banyak keluarga. Mereka peduli pada anak-anak, dan tentu kita juga demikian. Sadari atau tidak, buah takkan pernah jatuh jauh dari pohonnya. Maka dari itu, berilah didikan yang terbaik untuk anak dengan menanamkan nilai positif terus menerus agar mereka dapat menjadi pribadi yang kuat di dalam masyarakat dan bagi keluarga. Semoga informasi ini bermanfaat bagi kita semua. Pace e Bene. (Sdr. Fransesco Agnes Ranubaya, OFS)




No comments:

Post a Comment

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages