(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa IV – Sabtu, 8 Februari 2014)
Kemudian rasul-rasul itu kembali berkumpul dengan Yesus dan memberitahukan kepada-Nya semua yang mereka kerjakan dan ajarkan. Lalu Ia berkata kepada mereka, “Mari kita menyendiri ke tempat yang terpencil, dan beristirahat sejenak!” Sebab memang begitu banyaknya orang yang datang dan yang pergi, sehingga makan pun mereka tidak sempat. Lalu berangkatlah mereka dengan perahu menyendiri ke tempat yang terpencil. Tetapi pada waktu mereka bertolak banyak orang melihat mereka dan mengetahui tujuan mereka. Dengan mengambil jalan darat bergegas-gegaslah orang dari semua kota ke tempat itu sehingga mendahului mereka. Ketika mendarat, Yesus melihat orang banyak berkerumun, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka seperti domba yang tidak mempunyai gembala. Lalu mulailah Ia mengajarkan banyak hal kepada mereka. (Mrk 6:30-34)
Bacaan Pertama: 1Raj 3:4-13; Mazmur Tanggapan: Mzm 119:9-14
Pada waktu para murid datang kembali dari misi mereka (lihat Mrk 6:6b-13), mereka pun melaporkan kepada Yesus semua yang telah mereka kerjakan. Orang banyak terus datang kepada Yesus dan para murid-Nya sehingga mereka tidak mempunyai waktu bahkan untuk makan sekali pun. Oleh karena itu Yesus mengajak mereka pergi ke tempat yang terpencil untuk “beristirahat” barang sejenak.
Di sini kita melihat apa yang dapat disebut sebagai ritme kehidupan Kristiani. Hidup kita masing-masing sebagai seorang Kristiani merupakan suatu perjalanan berkesinambungan dari “kehadiran manusia” ke dalam “kehadiran Allah”, kemudian ke luar dari “kehadiran Allah” kembali ke dalam “kehadiran manusia”, dan seterusnya. Irama atau ritme ini menyerupai ritme tidur dan bekerja. Kita tidak dapat bekerja kalau kita mempunyai waktu untuk beristirahat, dan kita tidak dapat tidur apabila kita tidak bekerja sampai merasa letih.
Ada dua bahaya dalam kehidupan ini. Yang pertama adalah bahaya karena kegiatan yang terus-menerus. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang dapat bekerja tanpa mengambil waktu untuk beristirahat. Sebaliknya, tidak ada seorang pun yang dapat menjalani hidupnya sebagai seorang Kristiani apabila dia tidak menyediakan waktu-waktu tertentu untuk berada bersama Allah. Barangkali seluruh kesulitan dalam kehidupan kita adalah, bahwa kita tidak memberikan kesempatan kepada Allah untuk berbicara kepada kita, karena tidak tahu bagaimana caranya untuk menjadi hening dan untuk mendengarkan bisikan suara-Nya; kita tidak memberikan kepada Allah waktu untuk mengisi diri kita kembali dengan energi dan kekuatan spiritual, karena kita tidak mempunyai waktu cukup untuk menantikan Dia. Bagaimana kita dapat memikul beban-beban kehidupan apabila kita tidak mempunyai kontak dengan Dia yang adalah Tuhan segala kehidupan yang baik? Bagaimana kita dapat melakukan pekerjaan Allah kalau tidak dalam kekuatan-Nya? Bagaimana kita dapat menerima kekuatan itu kalau kita tidak mencari kehadiran Allah dalam keheningan?
Kedua, ada bahaya juga kalau seseorang itu menarik diri terlalu lama. Devosi apa pun bukanlah devosi yang sejati apabila tidak berbuah dalam tindakan-tindakan kebaikan. Doa yang tidak diwujudkan dalam karya bukan doa yang riil. Ora et labora yang dimulai oleh para rahib Benediktin memang bukanlah sekadar motto kosong. Kita tidak pernah boleh mencari persekutuan dengan Allah agar dapat menghindarkan diri dari persekutuan dengan sesama manusia, melainkan untuk menyiapkan diri kita agar lebih baik dalam bersekutu dengan sesama manusia. Ritme kehidupan Kristiani adalah pertemuan selang-seling dengan Allah dalam “tempat yang terpencil”, dalam keheningan atau katakanlah di “tempat rahasia” dan melayani sesama manusia di tengah dunia.
Akan tetapi bacaan Injil hari ini menunjukkan bahwa rencana Yesus untuk “beristirahat sejenak” bersama para murid-Nya tidak menjadi kenyataan. Orang banyak melihat Yesus dan para murid-Nya ketika mereka pergi dengan menggunakan perahu, …… dan mereka mengetahui tempat tujuan rombongan Yesus. Jaraknya adalah 6 km kalau menggunakan perahu dan 16 km dengan berjalan kaki. Pada hari-hari tanpa angin atau ada angin yang berlawanan arah, perjalanan dengan perahu akan memakan waktu yang lebih lama. Di sisi lain seseorang yang energetik dapat berjalan kaki dan sampai ke tempat tujuan sebelum perahu tiba. Inilah yang sebenarnya terjadi, dan Markus mencatatnya secara sederhana: “Ketika mendarat, Yesus orang banyak berkerumun …” (Mrk 6:34).
Orang biasa tentunya dapat menjadi sangat marah apabila berada dalam situasi yang dihadapi Yesus. Rencana untuk “beristirahat” bersama para murid-Nya – suatu hal yang memang pantas – menjadi batal. Privasinya terganggu. Apabila hal ini terjadi pada orang lain, tentu orang itu akan menjadi marah besar, namun tidak demikianlah halnya dengan Yesus: “……, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka seperti domba yang tidak mempunyai gembala” (Mrk 6:34). Yesus melihat orang banyak yang sangat membutuhkan bantuan yang hanya Dia sendiri dapat memberikannya. Bagi Yesus orang banyak itu bagaikan domba-domba yang tidak mempunyai gembala. Apakah yang dimaksud dengan domba tanpa gembala?
(1) Seekor domba tanpa gembala tidak dapat menemukan jalannya sendiri. Apabila kita dibiarkan sendiri dalam hidup ini, maka kita pun akan tersesat. Kita dapat berdiri di persimpangan jalan dan tidak tahu jalan mana yang harus diambil. Hanya apabila Yesus memimpin kita dan kita mengikuti-Nya, maka kita dapat menemukan jalan yang kita cari.
(2) Seekor domba tanpa gembala tidak dapat menemukan padang yang berumput hijau dan makanan bagi dirinya. Dalam kehidupan ini kita membutuhkan penopang hidup kita. Kita membutuhkan kekuatan yang dapat membuat kita berjalan terus. Kita membutuhkan inspirasi yang dapat mengangkat diri kita. Apabila kita mencarinya dari sumber yang lain, maka pikiran kita akan tetap tidak puas, dan hati kita pun tetap gelisah dan jiwa kita terusa merasa haus dan lapar. Kita dapat memperoleh kekuatan untuk hidup hanya dari Dia, sang “Roti Kehidupan”.
(3) Seekor domba tanpa gembala tidak memiliki pertahanan dan daya untuk melawan segala bahaya yang mengancamnya, baik ancaman dari para perampok maupun binatang buas. Pelajaran hidup yang mendasar adalah bahwa kita tidak hidup sendiri. Tidak ada seorang pun yang dapat melawan godaan-godaan yang mengganggunya dan dari kejahatan dunia yang menyerangnya. Hanya apabila kita ada bersama dengan Yesus, maka kita dapat berjalan di dunia dan tetap menjaga pakaian kita bersih. Tanpa Yesus, hidup kita tidak memiliki pertahanan dan daya lawan terhadap berbagai pengaruh buruk atas diri kita. Dengan Yesus kita senantiasa aman!
DOA: Tuhan Yesus, aku menyadari bahwa tanpa Engkau aku tidak ubahnya seperti seekor domba tanpa gembala. Aku menyadari bahwa aku tidak dapat hidup sendiri dan tidak dapat mengandalkan kekuatanku sendiri dalam menghadapi berbagai godaan. Tetaplah bersama-Mu, ya Tuhan dan Juruselamatku. Amin.
Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Mrk 6:30-34), bacalah tulisan dengan judul “BERISTIRAHAT SEJENAK” (bacaan tanggal 8-2-14) dalam situs/blog SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori: 14-02 BACAAN HARIAN FEBRUARI 2014.
(Tulisan ini adalah revisi dari tulisan dengan judul sama untuk bacaan tanggal 9-2-13 dalam situs/blog SANG SABDA)
Cilandak, 5 Februari 2014 [Peringatan S. Agata, Perawan-Martir]
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS
No comments:
Post a Comment