(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa V – Selasa, 11 Februari 2014)
Orang-orang Farisi dan beberapa ahli Taurat dari Yerusalem datang menemui Yesus. Mereka melihat bahwa beberapa orang murid-Nya makan dengan tangan yang najis, yaitu dengan tangan yang tidak dibasuh. Sebab orang-orang Farisi seperti orang-orang Yahudi lainnya tidak makan kalau tidak membasuh tangan dengan cara tertentu, karena mereka berpegang pada adat istiadat nenek moyang mereka; dan kalau pulang dari pasar mereka juga tidak makan kalau tidak lebih dahulu membasuh dirinya. Banyak warisan lain lagi yang mereka pegang, umpamanya hal mencuci cawan, kendi dan perkakas-perkakas tembaga serta tempat pembaringan. Karena itu orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat itu bertanya kepada-Nya, “Mengapa murid-murid-Mu tidak hidup menurut adat istiadat nenek moyang kita, tetapi makan dengan tangan najis?” Jawab-Nya kepada mereka, “Tepatlah nubuat Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik, seperti ada tertulis: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya tetap jauh dari Aku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, karena ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia. Perintah Allah kamu abaikan dan adat istiadat manusia kamu pegang.” Lalu Yesus berkata kepada mereka, “Sungguh pandai kamu mengesampingkan perintah Allah, supaya kamu dapat memelihara adat istiadat sendiri. Karena Musa telah berkata: Hormatilah ayahmu dan ibumu! dan: Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya harus mati. Tetapi kamu berkata: Kalau seseorang berkata kepada ayahnya atau ibunya: Segala bantuan yang seharusnya engkau terima dariku adalah Kurban, – yaitu persembahan kepada Allah – , maka kamu tidak membiarkannya lagi berbuat sesuatu pun untuk ayahnya atau ibunya. Jadi, dengan adat istiadat yang kamu teruskan itu, firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku. Banyak lagi hal lain seperti itu yang kamu lakukan.” (Mrk 7:1-13)
Bacaan Pertama: 1Raj 8:22-23,27-30; Mazmur Tanggapan: Mzm 84:3-5,10-11
Dosa ketidakpercayaan tidak hanya merupakan penyangkalan terhadap keberadaan Allah atau keilahian Kristus, melainkan juga kegagalan untuk mengenali tanda-tanda yang menunjukkan kepenuhan dari kata-kata seorang nabi atau menunjukkan Allah yang bekerja di tengah-tengah kita. Orang-orang Farisi berupaya untuk setia kepada Allah perjanjian. Akan tetapi, dalam hasrat mereka untuk setia kepada-Nya, mereka menjadi self-focused (memusatkan perhatian pada diri sendiri) dalam hal bagaimana mereka memberi tanggapan kepada-Nya: Mereka membuat upaya menepati tafsir mereka sendiri atas hukum sebagai fokus dari hidup keagamaan mereka, bukannya Allah. Cara orang-orang Farisi menepati hidup keagamaan mereka tidak berakar dari suatu iman pemberian-diri-sendiri kepada Allah.
Menanggapi kritikan orang-orang Farisi, Yesus memetik sebuah ayat dari Kitab Yesaya dan menunjukkan kepada orang-orang Farisi itu cara-cara mereka menempatkan hukum di hadapan Allah: “Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya tetap jauh dari Aku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, karena ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia” (Mrk 7:6-7; lihat Yes 29:13). Yesus melanjutkan: “Sungguh pandai kamu mengesampingkan perintah Allah, supaya kamu dapat memelihara adat istiadat sendiri” (Mrk 7:8).
Memang tidak sulit bagi kita untuk melontarkan kritik-kritik, …… untuk menghakimi orang-orang Farisi; namun kita juga harus menjawab pertanyaan sangat penting ini: “Siapakah Yesus Kristus?” Apabila dihadapkan dengan pertanyaan ini, maka seringkali kita akan menemukan diri kita mempunyai pandangan yang sama sempitnya dengan pandangan orang-orang Farisi, malah sampai membutakan! Sampai seberapa seringkah kita memperkenankan hikmat manusia dan legalisme mendikte keputusan-keputusan kita yang cocok dengan jalan-jalan dunia, bukan cocok dengan jalan-jalan Allah? Sampai seberapa seringkah kita tetap buta terhadap tantangan yang diberikan oleh sabda Allah dalam Kitab Suci, dan lebih menyukai perspektif manusia yang nyaman dan keamanan yang kelihatan diberikan olehnya? Sampai seberapa seringkah kita mengakui Yesus sebagai Mesias dari Allah dan memproklamirkan diri-Nya sebagai Tuhan?
Paus Yohanes Paulus II, ketika berbicara mengenai identitas Kristus, mengatakan hal yang berikut ini: “Kita sering melihat, bahkan di antara umat Kristiani, bayang-bayang kemasa-bodohan, atau … kesalahpahaman atau …ketidakpercayaan yang betul-betul. Selalu ada risiko ketertarikan kepada ‘Injil Yesus’ tanpa sungguh mengenal keagungannya dan sifatnya yang merangkul segalanya, dan tanpa hidup seturut ikrar yang kita buat sendiri. Berapa banyak orang yang mereduksi Injil sesuai ukuran mereka sendiri dan membuat bagi mereka sendiri seorang Yesus yang lebih menyenangkan … tanpa harus memikirkan pengorbanan-Nya di atas kayu Salib yang mendominir hidup-Nya dan doktrin-Nya, atau Gereja yang didirikan-Nya sebagai ‘sakramen’-Nya dalam sejarah.”
DOA: Roh Kudus Allah, tunjukkanlah kepada kami sikap-sikap dan mentalitas-mentalitas kami yang selama ini menghalangi kami untuk mengenal Yesus sebagai “Mesias, Yang Kudus dari Allah”. Semoga oleh kuat-kuasa-Mu kami dapat mengakui Yesus dan hidup sebagai murid-murid-Nya yang sejati. Amin.
Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Mrk 7:1-13), bacalah tulisan yang berjudul “LEGALISME YANG MENYESATKAN” (bacaan tanggal 11-2-14) dalam situs/blog SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori: 14-02 BACAAN HARIAN FEBRUARI 2014.
(Tulisan ini adalah revisi dari tulisan dengan judul sama untuk bacaan tanggal 12-2-13 dalam situs/blog SANG SABDA)
Cilandak, 10 Februari 2014 [Peringatan S. Skolastika, Perawan]
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS
No comments:
Post a Comment