Demo massal oleh kaum feminis Argentina di Kota Resistencia pertengahan Oktober 2017 mendukung legalisasi aborsi dan praktik pelacuran. (Courtesy of Crux News)
OFS Regio Kalimantan - PROTES brutal dengan mengeluarkan kata-kata jorok sembari melakukan aksi-aksi demonstratif untuk menarik atensi massa – di antaranya dengan bertelanjang dada— terjadi di sebuah kota di Argentina. Dua pekan lalu –tepatnya hari Minggu tanggal 17 Oktober 2017– ribuan anggota kaum feminis berdemo massal dengan turun ke jalan-jalan melakukan protes massal sembari berani unjuk gigi: pamer payudara di depan publik.
Mereka berdemo sembari mengusung tuntutan mereka: legalisasi aborsi dan praktik pelacuran.
Sebagaimana kita ketahui, Argentina –negara darimana Paus Fransiskus lahir dan berasal—adalah ‘negara katolik’. Namun, pemerintahan Presiden President Mauricio Macri bergeming tak mau merespon tuntutan kaum feminis demonstran yang berdemo di kawasan utara kota Resistencia. Sama seperti pendahulunya, Presiden Macri juga menolak legalisasi aborsi karena dianggap bertentangan dengan prinsip moral dasar katolik yang menghargai kehidupan sejak terjadi pembuahan.
Di Argentina, aborsi dinyatakan sah dan legal hanya apabila hal itu harus dilakukan untuk menyelamatkan ibu lantaran kandungannya membayakan nyawanya.
Tetazo manfaatkan momentum nasional
Protes bertelanjang dada itu dikenal dengan sebutan tetazo yang secara harafiah berarti “protes bertelanjang dada”.
Momentum tetazo ini terjadi berbarengan dengan berlangsung acara The 32nd National Encounter of Women pada tanggal 14-16 Oktober 2017 dan kemudian pas di hari Minggunya tanggal 17 Oktober 2017 ada perayaan Mother’s Day khas Argentina.
Resistencia menjadi tuan rumah bagi penyelenggaraan The 32nd National Encounter of Women.
Nah, ribuan kaum feminis di ‘negara katolik’ Argentina itu lalu memanfaatkan dua momentum ‘acara nasional’ itu untuk turun ke jalan-jalan di Resistencia untuk berdemo sembari unjuk diri dengan ‘pamer dada’.
Demo massal ini menjadi brutal, karena 5.000-an orang pemrotes berhasil menembus barikade pagar betis ribuan orang katolik puritan lokal. Dengan bersembahyang rosario, lautan pagar betis ini berusaha mencegah para ‘nudis’ di bagian dada ini bisa mendekati kawasan Gereja Katedral Resistencia.
Menghujat Gereja Katolik dan memaki Paus
Para feminis ‘nudis’ ini memaki-maki Paus Fransiskus –sebelumnya dikenal dengan nama Kardinal Jorge Mario Bergoglia saat menjadi Uskup Agung Buenos Aires—dan melontarkan makian dengan menyebut nama asli paus asal Argentina ini. “Bergoglio, lihatlah bahwa para pelaku aborsi ini kerumunan banyak orang” dan “Kalau saja Paus itu seorang perempuan, pastilah aborsi akan dilegalkan.”
Mendekati Gereja Katedral di kawasan utara Kota Resistencia, kaum demonstran feminis itu melemparkan sejumlah bom molotov, bebatuan, botol-botol bekas dan tampon bekas. Bahkan para demonstran nudis itu sengaja membungkus kotoran tahi mereka sebagai ‘peluru’ untuk bisa ditembakkan ke arah ‘penjaga’ katedral.
Kata-kata kotor makian terhadap Gereja Katolik keluar dari mulut ribuan demonstran kaum feminis ini:
“Gereja – sampah—kalian otoriter”.“Ambillah rosario kalian dari ovarium kami”.“Kepada Gereja Katolik, Vatikan …kami ingin serukan keinginan kami menjadi penjaja seks komersial, transvestites dan lebian. Biarkan aborsi terjadi dimana pun.”
Sebagaimana kita ketahui, Gereja Katolik amat-amat keukeuh memegang ajaran moral prinsipiilnya yakni menentang segala bentuk pembunuhan, termasuk tindakan pembunuhan terhadap embrio janin manusia dan karenanya aborsi secara moral dilarang.
Gereja Katolik sejak dulu dan sampai sekarang tetap menghargai kehidupan secara bermartabat.
Tak terpaut
Pihak penyelenggara The 32nd National Encounter of Women mengaku tidak ada sangkut pautnya dengan kelompok feminis demonstrans tersebut. Namun dalam pertemuan nasional itu, sejumlah isu sensitif tentang eksistensi perempuan menjadi topik bahasan dalam lokakarya nasional tersebut.
Di antanya adalah tema-tema berikut ini:
Women and feminism.Women and sexuality.Women and lesbianism.Women and maternity.Women and sexual and reproductive rights.Strategies for legal, safe and free abortion.Women and disabilities.Women in the fight against drug addiction and drug trafficking.Women and cannabis.Violence, abuse and sexual harassment.Feminization of poverty.
Setiap tahun terjadi
Di Argentina, protes model tetazo ini bukan yang pertama kali terjadi. Demo massal kaum feminis yang militan ini terjadi hampir setiap tahun, berbarengan dengan momentum acara nasional tersebut.
Tahun 2016 lalu, hal sama terjadi di kota Rosario – kota terbesar kedua di Argentina setelah Ibukota Buenos Aires. Namun, saat itu polisi berhasil mengendalikan situasi dengan menembakkan peluru karet untuk melumpuhkan kaum demonstrans.
Dua pekan lalu, seperti dilaporkan koran lokal Diario Chaco, polisi lokal di Resistencia hanya ‘bersenjatakan’ water canon dan ternyata itu tak mampu membendung gelombang radikalisme pro aborsi dan lain-lainnya di kalangan kaum feminis. Tak terjadi kerusakan fatal pada gedung gereja katedral dan fasilitas publik lainnya karena aksi demo massal yang berujung anarkis tersebut.
Beberapa hari sebelum berlangsung peristiwa nasional The 32nd National Encounter of Women itu, Uskup Agung Resisstencia Mgr. Ramón Dus, of Resistencia sudah merilis pernyatan bersahabat dengan mengucapkan “Selamat Datang” kepada para tetamu di kotanya. Ia juga mengajak umat katolik di Keuskupan itu untuk berperilaku santun dan ramah menyambut tetamu. Namun, Monsinyur juga mengatakan umatnya jangan sampai takut kalau terjadi hal-hal yang anarkis.
Bukan yang pertama kali
Kejadian ‘unjuk gigi’ kaum feminis Argentina seperti itu bukan hanya terjadi secara ‘tahunan’ berkaitan dengan national eventseperti The 32nd National Encounter of Women. Awal tahun 2017 ini, misalnya, persisnya tanggal 8 Maret 2017, seorang perempuan berbusana layaknya Bunda Maria melakukan aksi teatrikal namun tak senonoh yakni memperagakan aksi aborsi di depan Gereja Katedral di Tucuman saat berlangsung demo massal menuntut persamaan hak gender dan aksi melawan femicide.
Protes kaum feminis dan kelompok lainnya di Rosario tahun 2016 untuk persamaan hak gender, menentang keras femicide dan lainnya. (Courtesy of Crux News)
Femicide adalah istilah baru yang mengacu pada tindakan pembunuhan terhadap kaum perempuan oleh pasangan lelakinya atas berbagai alasan. Di Argentina, data statistik yang dirilis tahun 2016 menunjukkan jumlah korban aksi femicide sebagai berikut: satu orang perempuan mati di tangan kekasihnya setiap 30 jam/hari. Data ini memicu aksi protes massal kaum feminis agar negara dan pemerintah melindungi kaum perempuan dari aksi-aksi femicide ini.
Sources: Crux News, Newsweek dan lainnya.
Sumber: sesawi.net
No comments:
Post a Comment